May 27, 2016

Kids Story part 4: Anak-anak dan Tekhnologi

Sejak usia dua tahun Rafa pengenal komputer dan telah faham pengoperasiannya walau masih tingkat dasar. Berbeda dengan Alfie, usia 4 tahun  jarinya masih gegagapan dan tentu saja Alfie lebih mengenal era gadged alias smartphone.

Jamannya PC ada permainan komputer yang masih aku ingat dan sangat digemari Rafa, Tarzan bergelantungan di pohon, menyusuri sungai, hutan dan lembah.

Saat papanya kembali, permainan bertambah, dari area balapan hingga dunia hewan dan kartun. Saat bermain game tentu saja aku memiliki waktu luang yang lebih banyak. Bisa tidur siang tanpa hambatan, selonjoran, nonton tivi tanpa gangguan, sms an, masak, beres beres rumah dengan aman dan lain sebagainya.

Apakah itu menyenangkan? Sekilas iya, anak anteng tanpa grasak grusuk huru hara ngusilin orang tuanya, permainannya bersih, murah meriah dan tidak perlu ke luar rumah. Tapi eitssss..... tunggu dulu!!

Bangun tidur yang terlintas sama si anak adalah game,  makan di suapin sambil nongkrongin game, rewel dikit anteng hanya menyodorin game, sosialisasi berkurang, tidak tertarik dengan permainan lain, temperament dan cepat marah. Kontrol emosi sangat payah, males bergerak dan masih banyak lagi yang lainnya.

Astaga, iya aku punya waktu luang jadi lebih banyak tapi di samping itu aku sedang menanam kerepotanku sendiri di kemudian hari. Ini seperti bom waktu yang akan menghancurkan masa depan anak anak dan keluargaku. Ada yang sungguh tidak beres di samping pemberian dan ke antengan si anak saat bermain game.

Saat mereka rewel tidak karuan, nyalain tivi dan biarkan mereka asik dengan sendirinya, etapi bukannya acara di tivi banyak sampah yang sungguh sangat susah mencari manfaatnya. Belum lagi tayangan-tayangan iklan yang mengajak siapapun melihatnya untuk bertindak konsumtif, seperti di paksa menerima apapun yang ada di dalamnya tanpa memberikan ruang buat penonton untuk protes. Kok bisa bisanya gegara coklat beng beng orang pada pisahan, dan ajaibnya manusia berlomba lomba menjadi hewan *tepokjidat*

Saat anak sedang berada di area yang menurut dia sungguh menyenangkan, rasanya akan terlalu susah jika semua harus aku hentikam seketika. Mulailah peraturan di rumah di tegakkan.

Bermain game hanya saat weekend. Nonton tivi dengan berbatas waktu. Memberi penjelasan kepada anak-anak tentang dampak negatif apabila mereka terlalu lama dengan bahasa yang mudah dan memberi contoh anak-anak yang telah kecanduan game dan tivi.

Sungguh tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa. Mereka sempat protes, menolak dan berulah selama beberapa hari. Aku tetap berpegang teguh, bahwa suatu hari nanti ada masanya kami tidak bisa mengontrol sepenuhnya apa yang mereka lakukan, lihat dan dengarkan. Hanya ketika mereka bertumbuh seperti inilah tugas kami untuk menasehati dan memupuknya lebih dalam dan kuat. Semoga kelak mereka mengerti dan terbawa hingga masa itu tiba.

Setelah pengurangan jam tayang dalam hari, berlanjut pengurangan pemakain dalam hitungan  jam bermain game. Hingga lambat laun mereka sudah tidak meminta. Menonton tivi sebisa mungkin aku dampingi apalagi ada tayangan dengan slogan SU-BO - R (segala umur - bimbingan orang tua - Remaja). Mengganti chanel sendiri apabila ada tayangan kekerasan, mengarah ke pornografi, dan sinetron-sinetron tidak jelas.

Bijak saat memakai smartphone. Bagaimanapun banyak hal positif yang bisa di peroleh dari benda bernama smartphone tersebut. Hanya saat-saat tertentu mereka bermain game, itupun telah memenuhi beberapa persyaratan seperti di larang rebutan apalagi sampai tangisan, main bareng dan hanya sebentar. Tidak ada satu anak satu hape.

Setiap minggu atau bulan, ke toko buku mencari bacaan yang menyenangkan dan bermanfaat. Membacanya bersama-sama dan menggambar. Saat longgar pergi ke taman. Tidak ragu bermain pasir dan lumpur. Ke tempat berbelanja dengan melibatkan mereka memilih barang. Membeli mainan yang lebih menguras otak dan tenaga. Alhamdulillah, dan semoga hingga kelak anak-anak keluar dari zona game dan tivi adicted dan lebih melakukan hal-hal yang bermamfaat.

#OneDayOnePost

May 26, 2016

Kids Story part 3: Hari Pertama Sekolah

"Mama masuk ya!" Pinta Rafa. Akupun menyetujui. Saat itu hanya 3 orang emak yang menemani anaknya hingga di dalam kelas, dan salah satunya adalah saya.

Semula Rafa enggan masuk ke ruangan kelas. Persis saat ia di taman kanak kanak, tidak mudah membawanya masuk ke ruangan. Bahkan berminggu-minggu Rafa hanya bermain di luaran.

Kali inipun demikian, tentu tidak pakai mengamuk. Karna masuk paling belakang, Rafa dapat kursi paling pojok, dan sang emak nangkring di kelas ikut belajar.

Hari ke-dua, sang guru sudah tidak mengijinkan anak-anak di temani hingga ke dalam kelas. Sebagai gantinya, boleh liat di kaca jendela. Rafa langsung keluar memberi pesan padaku "mama di samping jendela ya" dan dakupun manut.

Rafa belajar sambil mengawasiku, dia tidak membolehkanku untuk duduk di pinggiran tembok. Hari itu hanya saya yang berdiri dekat jendela nyaris selama dua jam tanpa pindah posisi.

Pulangnya aku langsung bereksperimen "mama pegelll banget, tolong pijitinnn yaaa" di tambah muka yang  memelas aduhai berharap dia faham. Sungguh pegel, tapi tidak segitu juga kali.

Hari ke tiga, lebih menggembirakan aku di persilakan duduk di teras tapi tidak boleh merubah posisi, kapanpun dia pengen liat, mamanya harus selalu ada. Dan saat itu jendela di tutup menggunakan tirai. Rafa berusaha membuat lubang kecil, sesekali matanya mencariku. Dia sempat di tegur gurunya karna tidak fokus di kelas.

Hari-hari selanjutnya tentu semakin menggembirakan, dia sudah bisa di lepas sebagaimana mestinya.

Giliran Alfie.
Karena ada suatu urusan rutin, aku terpaksa menyekolahkan Alfie di usia lebih muda di bandingkan  kakaknya. Tepat berumur 3 tahun, saat itupun sudah masuk semester ke dua, dan Rafa masih bersekolah di tempat yang sama.

Alfie ditunggui Nini (my mom) selama kurang lebih tiga harian. Selebihnya aku antar dia terus aku tinggal sambil sesekali mengawasi dari luar.

Setiap di tinggal Alfie selalu menangis, dan langsung ditangani gurunya, ajaibnya Alfie menangis hanya ketika melihatku, saat diriku dinyatakan menghilang dia langsung diem dan langsung bisa berbaur dan dapat mengikuti kegiatan sekolah dengan baik.

Apalagi saat jam istirahat dan pulang dia masih bisa bermain dengan kakaknya. Walau dari benih dan rahim yang sama, dua anak dua karakter yang berbeda. Cara menikmati sekolahpun juga berbeda beda.

#OneDayOnePost

May 25, 2016

Kids Story part 2: Bullying

"Di gangguin terus, dimana-mana aku di gangguin!!!" Si kecil nangis kejer-kejer di sambi meratap minta bolos sekolah.

"Dengerin mama yah,  anak nakal biasanya temenan sama anak nakal juga, kalau anak baik temennya banyak dan pasti gurumu selalu membela yang benar, maka kalau kalian para anak baik jangan pernah takut selama berada di jalan yang benar, percayalah mereka yang jail itu bakal takut sendiri gangguin kalian" sang mama berusaha menenangkan.

Alfie terdiam berusaha mencerna. "Cara terbaik untuk melawan mereka yang ngusilin kamu adalah harus lebih hebat dan lebih cerdas. Mereka yang suka jailin kamu akan tertawa terkekeh kekeh dan merasa di atas awan saat tau kamu ngga sekolah"

"Jangan biarkan mereka menguasai sekolahmu, kalian harus bersatu, ayooo kita sekolahh.." aku mulai ber semangat empat lima bak sang proklamator membacakan ikrar kemerdekaan bangsa Indonesia, MERDEKA.

Teringat beberapa waktu yang lalu, sang kakakpun mendapat perlakuan serupa, di ganggu temen yang rata rata bertubuh lebih besar dari dia. Biasanya, sebagai langkah awal aku meminta mereka untuk menghindari tememnya yang kelewat agresif apalagi sampai melakukan hal-hal yang berbahaya, dan selalu bilang kalau mereka tidak suka di perlakukan seperti itu.

Pernah aku lihat sendiri, betapa Rafa berlari terus menghindar saat sang tukang usil berusaha mengganggunya. Semula berhasil, lama kelamaan sang pengganggu mulai merasa kesenengan dan jadi kebiasaan, ketemu Rafa selalu mengejar. Sang ibu seperti cuek, sudahpun berlapor pada guru, tapi si anak itu seperti kebal.

Hingga suatu hari akupun memberi ijin Rafa untuk 'membela diri' tepat saat aku menjemputnya pulang, saat itu Rafa tidak tau aku telah datang. Rafa berlari kencang melawan, entahlah apa yang telah dia lakukan. Si anak yang di kejar lari terbirit-birit, Rafa seperti menahan emosi yang berhari-hari dia pendam, dia mengejar dan terus mengejar. Si anak itu bener-benar ketakutan dan langsung ngumpet di dibelakang ibunya memaksa minta pulang. Aku sendiri langsung memeluk Rafa menenangkan, terlihat amarah yang menjadi-jadi.

Sejak kejadian itu selama di tk tak pernah terdengar lagi dia di gangguin. Se elit atau sebagus apapun sekolahan, bullying akan selalu ada. Aku selalu menekankan sama anak-anak jangan pernah jadi pelaku bully, karna di bully itu sungguh tidak enak akan kebawa dan keingat terus hingga dewasa, apalagi saat kejadian tak ada orang yang mau mendengar keluh kesah kita.

Seorang temanpun pernah berceloteh, anaknya mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari teman-temannya, padahal sekolahnya sudah bertaraf I alias Internasional. Mau sekolah I, U aka Unggulan, dan sejenisnya tidak akan menjamin. Semoga anak-anak kita selalu dalam lindungan Allah, ammiinnn..

Suatu hari Rafa pernah mengadu, dia di ejek temannya dengan sebutan yang kurang menyenangkan. Yeah, bully bukan hanya bersifat kekerasan fisik namun juga secara non fisik seperti ejekan, di fitnah, di jauhin dan lain sebagainya.

Penyebabnya macam-macam, bisa karena ketidaksukaan, miskin, kecil, tak berprestasi, susah bergaul, atau mengalami kejadian yang dianggap memalukan yang membuat orang-orang di sekitarnya punya alasan untuk mem bully, dan masih banyak lagi.

Sebenarnya untuk ukuran anak-anak mereka belum mengerti sepenuhnya tentang apa yang mereka lakukan, mereka hanya tau ketika melakukan sesuatu mereka merasa gembira dan dapat perhatian lebih terkait yang dilakukan tersebut baik atau sebaliknya.

Aku selalu meminta anak-anak berusaha terbuka tentang apapun yang mengganggu mereka baik di sekolah maupun di tempat lain, dan bersama-sama mencari jalan keluarnya. Aku tak mau sesuatu yang mamanya dulu alami harus mereka rasakan juga.

#OneDayOnePost

May 24, 2016

Kids Story Part 1: Aktivitas Sebelum Tidur

*Situasi aman kondusif
Jarum jam menunjukkan 8.30 waktu Indonesia bagian Solo.
"Ayo anak anak saatnya persiapan bobo" mulai berbenah mainan, kelar  segera menuju kamar mandi, pipiz, gosok gigi dan mandi.

"Hari ini buku yang mana lagi?" Tawarku dengan sumringah. Masing masing mulai menunjukkan buku yang akan di baca, dari cerita zaman nabi, buku dongeng nusantara, sebelum tidur besutan orang luar, fabel hingga ensiklopedia alam.

Semua mendengarkan dengan seksama, kelar merebahkan diri, baca doa, dan terlelap dengan indah.

*Suasana sedang kurang aman bin ora kondusif dan chaosss..
"15 menit lagi saatnya bobo ya....??!"

"Sekkk maaa..." Rafa masih jumpalitan dengan mainan, kadang masih berlarian, manjatin barang papanya. Si kecil tak kalah bikin huru hara memberantakin mainan, terus saat di suruh bobo dia masih aja beralesan

"aku capeeeee maaaa..,ikie lo kegatelan" sambil terus menggaruk leher yang sebenarnya ngga gatel gatel banget.

Saatnya masuk kamar mandi, Alfie aku papah di bales dengan kakinya yang beronta-ronta minta turun bilang kalau bisa jalan sendiri. Setelah di turunin kaborrr entah kemana. Saat ketemu masukin lagi ganti kakanya yang menghilang. Berlarian ke sana ke mari. Sukses bawa ke duanya ke kamar mandi mereka mulai berantem guyur guyuran plus ledek ledekan.

Saat diminta sikat gigi, Alfie mulai protes "sikat gigi lagi sikat gigi lagi, tiap hari sikat gigi.. capeeeeeee" dia mulai meraung-raung dan melakukan aksi tutup mulut.

Sang kaka masih nurut saatnya di guyur air dia protesss.. "mandi lagi mandi lagiii, tiap hari mandi, mau sekolah mandi, pulang sekolah mandi, mau bobo mandi, bosennnnn" oktav nya tidak kalah melengking dengan teriakan yang bisa menggegerkan tetangga sebelah rumah.

Saat tersentuh sabun, bak ketemu mainan baru mereka mulai cekikikan membuat balon hand made. Di guyur kembali protess. Keluar kamar mandi rusuh dan masih berlarian. Balapan pakai baju, yang kalah cepetpun jadi ahlesan buat geger kembali.

Ketika di tawarin buku yang akan di baca mereka rebutan minta pilihan sendiri yang harus di utamakan. Mamanya sibuk baca anaknya sibokkk ngobroll dan maenn hingga tak sadar tetiba mamanya bilang kelarrr...hohohoho.

Alfie sebenarnya sudah bisa tidur sendiri, sedangkan kakaknya minta di temenin. Dipan tingkatpun kepakai cuman bagian bawah. Jadilah kami pakai bertiga dengan posisi melintang dan kaki sang emak ke tekuk 9.

Kelar? Oh belum, mereka pada lempar-lemparan bantal. Berlompatan ke sana ke mari, cekikikan ngga karuan kadang berakhir dengan tangisan kemudian rusuh lagi sampai cape, sampai sang emak keluar tanduknya. Lelah... tidur dengan posisi nungging dan yang satu telentang mengambil jatah space yg ada.

Emaknya ketiduran dengan posisi ngga karuan, bangun sang encok kembali menyapa.

#OneDayOnePost

May 23, 2016

Hari ke-13 part 3 (end) : Pantai Mororejo, Jepara


Ketika di taman air, aku putuskan untuk tidak ikutan bercebur. Alasan pertama, kebayang entar kelarnya rambutku bakalan basah terus makai kerudung di tambah perjalanan selama 4 jam-an, rasanya ngga nyaman banget. Kedua, pengalaman main di taman air sebelumnya kulitku bentol-bentol gedeeee.. hadewhh.. emak manjyah, padahal pada jaman dahulu kala mandi di empang yang ada toiletnya aman-aman saja.

Aku kebagian dokumentasi sambil ngawasin bocah bocah berkeliaran terus seksi darurat pencari makanan dan cemilan pasukan yang nampak gemeter klaperan setelah puas bermain air.

Ada suatu waktu aku terpisah dengan rombongan, kunikmati saja area tersesatku dengan mengelilingi sekitar. Mataku langsung tertuju debaran ombak di belakang area taman yang asri di hiasi beberapa pohon dan gazebo.

Pantai, yeah aku menenukan pantai. Tak di sangka ternyata Jepara Ocean Park ini satu area dengan pantai. Menikmati pantai dari balik jeruji pagar sungguh tidak leluasa. Aku mencoba mencari pintu keluar tapi tidak ketemu, katanya orang-orang di sana harus keluar taman dulu.


Sesaat sebelum  pulang, kami menyempatkan diri kebelakang. Walau anak-anak masih tampak letih tetapi mereka kembali antusias ketika kaki mulai menyentuh pasir.

Pantai di sini cukup tenang, rasanya nuansa jauh berbeda setelah berada hiruk pikuk dan kebisingin di Ocean Park. Terlihat beberapa perahu di sekitar pantai dan permainan banana boat. Masih satu kelola dengan Ocean Park, tapi sepertinya masih dalam pembentukan dan pemugaran.

Sekitar satu jam lebih kami menikmati angin pantai, akhirnya memutuskan untuk pulang.

Sampai Solo mampir sebentar di warung pak Ndut, mengisi tangki amunisi yang kembali kosong. Sampai rumah mandi lagi dan tepar dengan sukses di kasur masing-masing. Ke esokan paginya badan berasa remuk redam di gebukin orang se er te, pegellll niannn..

#OneDayOnePost
#EdisiCeritaBersambung

May 20, 2016

Hari ke-13 part 2: Jepara Ocean Park


Jepara Ocean Park - Yeaaaa...., pukul 9.30 waktu indonesia bagian Jepara (minggu, 9 Mei), finally rombongan sirkus yang terdiri dari Kang mas Kukuh, om Yoga (adik mas), ananda Rafa, si ganteng Alfie dan saya sing paling ayu dewe tentunya *dilarangprotes*, nyampe di lokasi tujuan. Masih belum terlalu ramai, parkiranpun masih cukup longgar. Luasss banget, dari depan nampak seperti di negeri dongeng Cinderalla ala Disney Land.

Setelah urusan tiket  kelar, kami di berikan gelang digital sebagai ganti tiket. Di Area di larang membawa makanan dan minuman, semuanya akan dititipkan di depan penjaga. Pintu tangga masuk cukup tinggi. Wahana air sangat banyak ragamnya dari ukuran batita sampai orang dewasa, swimming pool. Juga arena permainan lainnya seperti outbond, flying fox, paintball, gokart, jetsky, banana boat, flying kite, water jetpack dan masih banyak lagi.


Jepara Ocean Park termasuk wahana taman air yang baru di resmikan pada tanggal 10 April 2016, berdiri di area se luas 11 hektar, pembangunannya sendiri belum rampung semua mungkin sekitar 90%. Wangi cat nya masih kleyes kleyes.

Di resmikan langsung Bupati Jepara bapak Ahmad Marzuki dan Gubernur Jawa Tengah bapak Ganjar Pranowo.

Letaknya di desa Mororejo rt 04 rw 02, kecamatan Mlonggo, kabupaten Jepara. Dua kilometer dari pantai Bandengan, 15 menitan dari pusat kota.

Selama bulan Mei ini, Ocean Park masih mengadakan promo

PROMO JOP - MEI 2016
TIKET MASUK REGULAR

Senin - Kamis 50k

Jum'at - Minggu / Hari Libur 60k


Tiket Paket Banana Boat

Senin - Kamis 95k

Jum'at - Minggu / Hari Libur 105k



Tiket Terusan Kiddy Play (kora-kora, MiniTrain, FlyingElephent)

Senin - Kamis 65k

Jum'at - Minggu / Hari Libur 75k

Tiket Paket Gokart

Senin - Kamis 90k

Jum'at - Minggu / Hari Libur 100k

Tiket Terusan P. Panjang

Senin - Kamis 65k

Jum'at - Minggu / Hari Libur 75k

Kora-kora 15k

BOMBOM Car 15k
MiniTrain 5k

Paket Pelajar 35k
- paket senin - kamis
- setiap 20 free 1
- kunjungan 14.00 ke atas
sumber fb Jepara Ocean Park

Kritik dan saran buat JOP
1. Walau telah di pasang papan pengumuman segede gaba  di lokasi, tetap saja pengunjung bandel merokok di area tsb, yg lbh miris lagi petugasnyapun kedapatan merokok. Please ini area keluarga yg banyak batita dan balitanya. 

2. Tempat wudhu di moshola,  pria dan wanita menjadi satu. Alangkah baiknya kalau terpisah.

3. Alat seluncuran, mungkin bisa mencontoh alat yg di gunakan Jogja Bay, lebih aman ketika menyentuh air, banyak pengunjung yg kemasukan air ke hidung.

#OneDayOnePost
#EdisiCeritaBersambung

May 19, 2016

Hari ke-13: Perjalanan Menuju Jepara

Walaupun kesepakatannya akan berangkat jam 5 subuh, apa daya segala urusan di dapur dan pernak perniknya baru kelar pukul 5.30 wib.

Minggu pagi yang cerah, langit begitu bersih dengan semilir hembusan bayu. Anak-anak memakai jaket dan celana panjang. Sejak tadi malam anak-anak begitu antusias, manut saat di minta bobo lebih awal dan bangunpun tanpa melakukan pemberontakan sama sekali.

Di hari biasa, saat di minta sikat gigi dan cuci kaki serta pernak perniknya bakal keloncatan ke sana ke mari, masuk kamar mandi yang satu melarikan diri. Saat merebahkan diri tentu di barengin jumpalitan di sambi keluyuran, belum lagi ngedongeng atau baca cerita yang entah keberapa kali harus di ulang-ulang. Dan Alfie tentu saja harus di elus-elus sampai terlelap.

Dalam rangka memenuhi janji kepada Ananda Rafa, saat dia sakit kemarin hari ini, tepatnya Minggu 9 Mei 2016 kami meluncur ke bumi Kartini, Jepara.

Awal perjalanan cukup lenggang, memasuki area perbatasan Solo Porwodadi antrian kendaraan mulai terlihat. Perbaikan jalan aspal memaksa kami untuk lebih bersabar menunggu giliran dari arah berlawanan yang juga memakai jalan yang sama. Tim juru jalan siap sedia mengatur arah lalu lintas agar tidak saling bertabrakan. Walaupun telah tertulis sepeda motor ikut antri ternyata masih banyak penerobos jalan.

Sekitar jam 8 pagi, kami singgah sebentar di pom bensin daerah Grobokan. Alfie dan Rafa sempat tertidur. Pasukan menuju kamar mandi memenuhi panggilan alam. Perbekalan seadanyapun segera di gelar, satu termos kecil nasi putih, telur mata sapi, mie goreng, saos barbeque yang ternyata kelupaan di bawa pasangannya, spagheti instan.

Menu cukup sederhana, tapi semua makan begitu lahap entah karna lapar atau karna tidak ada pilihan lain. Masing-masing mengambil satu porsi dan melahapnya dengan sempurna. Rafapun makan begitu semangat setelah di iming-imingin di Jepara nanti memerlukan stamina ekstra, sedangkan Alfie terlihat kurang bersemangat, aura ngantuknya mungkin masih terasa hanya beberapa suapan saja dia makan.


Perjalanan berlanjut, memasuki kota Demak jalan yan di tempuh cukup sempit. Hanya bisa di lalui satu kendaraan besar dan satu kecil, jika berpapasan sama-sama besar maka salah satu harus mengalah mencari posisi terbaik, terutama saat berpapasan dengan truk atau bus. Kami juga menyaksikan sebuah sedan sekelas Honda Jazz nyungsep ke area halaman rumah penduduk. Kaca depan bagian supir remuk, dan depannya ringsek nyaris separu. Anak-anak kampung nampak mengerumuni mobik tersebut. Sepertinya kecelakaan terjadi pada malam hari, terlihat beberapa polisi mengatur arus lalu lintas.


Di beberapa wilayah, kami melewati aliran anakan sungai dan rawa, uhm.. berasa seperti di Kalimantan. Bahkan gapura-gapura yang bertuliskan kaligrafi arab, menambah suasana Islami di kota ini.

Tibalah saatnya memasuki Kota Jepara. Di sepanjang jalan begitu banyak ukiran kayu khas Jepara, mata pencaharian penduduk setempat memang terkenal sebagai pengusaha mebel. Bahkan drum bekaspun bisa di sulap menjadi kursi tamu yang menawan dan artistik.

Ingin rasanya aku mampir sekedar melepas lelah dan memanjakan mata menikmati ukiran kayu mini yang sekilas terlihat begitu menggoda. Sayang, kendaraan yang kami tumpangi terus melaju hingga sampat ke tempat tujuan 'Ocean Park'

#OneDayOnePost
#EdisiCeritaBersambung

May 18, 2016

Hari ke-7: Kembali ke Sekolah

Di antar papa, mama membawaku ke kantor dengan selembar surat pengunduran dirinya. Mama cukup sedih tapi mama sudah mantap sekali. Saat mama datang, mereka mengucapkan selamat datang kembali, mereka kira mama udah mau bekerja kembali. Mama terus bilang mama tidak akan kerja lagi.

Om Islam sempat kaget kenapa tiba-tiba sekali. Setelah di kasih tau alasannya akhirnya diapun mendukung. Om Islam selama ini sangat berjasa sama mama di kantor, dia selalu melindungi mama, dan memberi kemudahan-kemudahan lainnya, dia juga yang merekomendasikan mama untuk di terima bekerja. Om Islam kemudian membawa aku dan mama menemui pak Abdurahman, anak dari pemilik kantor tempat mama bekerja.

************

Senin, hari pertama aku masuk sekolah setelah hampir seminggu libur. Aku masuk jam 8, mama sengaja datang ke sekolah terlambat agar aku tidak perlu mengikuti upacara bendera. Aku masih lemah dan kurang bersemangat. Kata orang-orang mukaku masih sangat pucat.

Mama menungguiku sepanjang hari di swkolah, aku bisa pulang kapanpun aku mau kalau merasa lelah di sekokah. Jam istirahat aku hanya berjalan-jalan dan melihat teman-temanku bermain. Mata mama tak sedetikpun berkedip mengawasiku saat bermain. Juga saat teman-teman mengajakku bermain benteng, mama bilang ke teman-teman sementara aku jadi penonton dulu.

Hari selasa, aku di antar papa. Saat jam istirahat mama sudah nangkring di depan teras perpustakaan, mama masih terus mengawasiku sampai jam pelajaran usai.

Hari Rabu jadwalku berolah raga. Aku masih bisa mengikuti pemanasan, namun saat semua bersiap-siap menuju lapangan sepak bola, mama meminta ijin kepada pak pelatih, bahwa aku masih masa penyembuhan dan belum bisa ikut. Pak pelatih menginjinkan, jadilah aku nangkring di sekolah sama mama. Karena aku terlihat bosan mama mengajakku ke pasar membeli buah, sudah beberapa hari aku tidak buang air besar. Mama membeli buah pepaya dan melon kesukaanku.

Hari Kamis tanggal merah. Kata papa kapanpun aku sudah terlihat sehat kami akan beragkat ke Jepara. Sayang, kata mama aku belum pulih banget. Selama tanggal merah aku dan adikku hanya di rumah dan bermain di daerah sekitar.

Hari Jumat masih tanggal merah. Kata mama aku udah mendingan, udah mulai jailin mama dan adikku, udah bida lari-lari dan manjatin barang dagangan papa. Mama memastikan hari minggu, kami siap melakukan perjalanan jauh.

Hari Sabtu, mama sudah tidak menungguiku lagi di sekolah.

#OneDayOnePost
#EdisiCeritaBersambung

May 17, 2016

Hari ke-6 part 2: Tiga Bulan Berpisah

Ini adalah aib keluarga, tidak pantas rasanya ku tuliskan semua di sini. Tapi hatiku begitu sesak, tak ingin terulang lagi di kemudian hari.  Bagaimana mungkin aku bisa melakukan semua ini, sungguh di luar rasa kemanusianku, di luar nalar dan akal sadarku.

Tiga bulan yang lalu, telah lahir seorang putra dari rahimku. Wajahnya sangat rupawan, perpaduan antara Rafa dan Alfie. Rambutnya sangat lebat dan cukup panjang. Bayiku tidak rewel. Mengingat Rafa dan Alfie masih sangat kecil, dan kadang Mas kukuh melihatku masih begitu kerepotan, dia menyarankanku untuk menitipkan bayi kami ke desa, bersama mbahnya.

Yeah benar, apalagi Alfie dia masih Balita, masih sangat membutuhkanku, di tambah satu bayi lagi pasti kerepotan itu bertambah-tambah. Aku menyetujui usul mas, hanya sebentar di gendongan, bayi yang belum kami beri nama itu segera di antar ke desa.

Selama tiga bulan, aku tak pernah di kabari, bagaimana nasibnya sekarang? Tiba saatnya kami menjenguknya. Betapa perih hatiku, ternyata bayi mungilku berada di tempat penitipan anak, berkumpul bersama bayi-bayi malang lainnya.

Pilu, nyeri di hati bercampur jadi satu saat ku lihat peraduannya yang kotor. Semua bayi di kasih makan di box nya tanpa dipan. Ku peluk erat bayiku yang malang. Ya Tuhannnn kenapa aku bisa setega ini. Kenapa aku menyetujui usul untuk menitipkan bayiku. Tidak ada satupun saudaranya yang tidak menyusu padaku. Bagaimana mungkin? Bahkan membayangkan saja tidak pernah.

"Mas, aku ingin membawanya pulang, aku mohon, aku ingin menyusuinya" aku mengemis ke suami agar di ijinkan membawanya turut serta.

Semula dia ragu, namun aku sangat mengiba dan terus.mengiba. Akhirnya dia mengijinkan, ku peluk erat bayiku yang begitu rupawan "maafkan mama sayang, mama tidak aka  meninggalkanmu lagi"

Mataku terbuka, pagi menjelang. Ku lihat Rafa yang tertidur pulas di sampingku. Owh, mimpi yang sangat menyakitkan.

#OneDayOnePost
#EdisiCeritaBersambung

May 16, 2016

Hari ke-6: Pemulihan

Banyak yang menyayangkan karna tempat kerja mama nyaman sekali, bahkan mama bisa libur kapanpun saat butuh, mama juga udah cinta banget dengan teman-teman di kantor dan suasana kerjanya.

Mama tidak ingin menyesal di kemudian hari karena memberikan pengasuhanku kepada orang lain, mama juga orangnya cemburuan takut aku terlalu dekat dengan pengasuh hingga melupakannya. Kata mama, materi selalu datang dan pergi dan masih bisa di cari, tapi masa kecilku hanya sekali dan tak akan pernah kembali.

*********


Berhari-hari aku tidak keluar rumah, membosankan sekali. Panas tubuhku yang sering naik turun membuatku harus lebih sering beristirahat. Aku juga tidak bisa bersekolah dan bertemu teman-temanku. 

Kalau di hitung-hitung dalam semester ke-dua ini aku ijin selama 3 mingguan. Satu minggu pertama sakit kena cacar, waktu itu di sekolahku lagi ada wabah cacar air, karena aku juga belum pernah kena dan daya tahan tubuhku saat itu lemah, kena deh. Aku juga menularkan penyakit itu ke adik dan ibuku.

Setelah sembuh, dan luka-luka di tubuh serta wajahku mengering aku berangkat ke sekolah. Baru sehari masuk, pulang ke rumah aku panas lagi. Akhirnya aku libur, dua hari berturut-turut panas tubuhku cukup tinggi. Hari ke-3 seluruh badanku memerah. 

Hari ini mama ke sekolah untuk mengambil raportku. Aku peringkat ke 21 dari 39 lhooo... mama dan papa tidak pernah mempersoalkan itu, dimata mereka aku tetap menjadi anak yang cerdas. Mama juga tidak me les kan aku apa-apa, dulu pernah sih ikut tek kwon do, hanya sebulan aku berhenti karna katanya aku tidak fokus. Kata mama aku tidak akan di les in kecuali aku yang minta. Tapi kalau belajar ngaji mama menekankan aku suka tidak suka aku harus bisa, karna ada surat-surat dari Allah yang suatu hari harus aku baca sendiri.

*****

Sabtu sore, teman mama papa, Om Didat dan tante Yosi berkunjung ke Solo. Mereka menginap di hotel Paragon. Ini adalah kunjungan mereka yang ke dua. Aku senang sekali mendengar kata hotel, karna di hotel aku bisa donlowd game sepuasnya dengan pasilitas wifi gratis..ahhhh, moga suatu hari papa memasangkanku wifi sendiri di rumah agar aku tak perlu jauh-jauh ke hotel.

Mama sangat membatasiku bermain game, katanya itu dilakukan karna dia sayang padaku, kalau dia tidak sayang tentu di biarkannya aku bermain sepuasnya, sementara itu dia bisa melakukan aktivitas tanpa gangguan dariku.

****

Papa berjanji padaku, kalau aku sudah sehat dia akan mengajakku ke Ocean Park di Jepara. Papa menunjukkan poto-poto di sana melalui hape nya. Wawww... tempatnya sangat indah, banyak pemandangan bagus dan permainan yang banyak. Kata papa sehari penuh menjelajahi tempat itu tidak akan cukup.

Tidak sabar rasanya bisa segera ke sana. Aku jadi semangat minum obat dan vitamin. Minum susu dan makan juga.

#OneDayOnePost
#EdisiCeritaBersambung

May 13, 2016

Menjelang hari ke 6 part 2: Tragedi Kepiting Berdarah

Suhu tubuh Rafa kembali normal, tapi berat badannya nyungsep ke angka sangat rendah. Entahlah berapa kilo timbangannya sekarang. Kurus, tulang tubuhnya terlihat lebih menonjol, apalagi saat dia melepas semua pakaian. Mukanya pias, matanya masih sangat sayu.

Pagi-pagi aku membawa semua uang belanjaan, entah apa yang akan terbeli, di otakku hanya ada satu, aku akan memasak semua makanan ke sukaan Rafa. Aku harus mengembalikan lemak-lemak di tubuhnya yang telah raib entah kemana.

Ku pacu motorku menyusuri dinginnya pagi. Di toko ikan, aku melihat tumpukan cumi, udang dan aneka lauk. Yeah, Rafa penggemar makanan laut, terutama udang dan cumi. Masing-masing setengah kilo. Sementara ibu penjual ikan sibuk membersihkan pesenanku, aku melangkah ke tempat selanjutnya, berburu sayur manyur dan bumbu dapur.

Di sebuah lapak ikan lain, mataku menangkap tiga ekor kepiting yang sudah terikat, menandakan kepiting itu masih hidup. Aku ingat, Rafa sangat ingin makan kepiting. Terakhir kali makan kepiting di Pantai Baron, sayang kepiting yang di masak adalah freezer, dan rasanya cukup mengecewakan.

Tidak mudah mencari kepiting hidup di Solo, biasanya harus memesan terlebih dahulu, dan tentu harganyapun di atas rata-rata. Di restoran seafood harganya mencapai 300-400k untuk satu porsi.

Sempat ragu mendekat, tapi demi melihat kebahagiaan di wajah ananda, kuberanikan diri bertanya.
"Kepitingnya berapa bu?"

"Sekilonya enampuluh ribu"

Aku sempat mikir, sekilo itu kira-kira berapa biji yah? "Coba timbang satu ini bu" pintaku kemudian. Dengan segera Ibu penjual ikan manimbang se-ekor kepiting.

"Tujuh ribu lima ratus" jawabnya lagi

Berarti ngga mahal-mahal banget "aku minta dua ekor aja bu"

"Tiga ekor sekalian, dua puluh ribu aja gimana"

Okey deal. Uhm, Rafa pasti senang melihatnya. Setelah semua beres ku tunjukkan padanya, Rafa sangat sumringah. Mas kukuh yang melihat 3 ekor kepiting sempat kaget juga, tumben ada kepiting agak murahan.

Beberapa menit si kepiting jadi mainan anak-anak sebelum di eksekusi. Alfie geli-geli takut memegang puggung kepiting. Tibalah saatnya..

"Mau di potongin?" mas Kukuh menawarkan bantuan.

"Tidak usah pa" beberapa tahun yang lalu aku pernah mebersihkan kepiting, rasanya tidak susah-susah banget. Sepertinya ada bagian yang mudah di buka untuk membuang kotorannya.

Beberapa saat kepiting aku bolak balik dengan menggunakan pisau, mencari bagian yang bisa di buka itu. Pisauku sempat di capit kepiting dengan sangat kuat. Terus saja ku bolak balik, rasanya di manaaa yah..? Terusss ku bolakkk... balikkkk... dan tanpa sadar ibu jariku mendekat capit kepiting dan happppp..... "awww...arghhh..  aaaaaaa......"

Capit kepiting tepat mencengkram ibu jariku, sangat kuatttt, semakin ku tarik semakin kencang dia menancapkan capitnya. Ohhhh tidakkkkkk sakitttt... rasanya menyentuh tulang jari "papaaaaaaaaaa......"

Mas kukuh yang mendengar kerusuhan di dapur langsung menghampiri, sorot matanya menggambarkan "kenapa tadi menolak di bantuin?!"

Aku merintihhhh kesakitan tiada kira, capit itu semakin dalam menancap di daging jariku tanpa ampun. Kalau aku tarik otomatis akan merobek lapisan kulitku, seperti di silet pelan pelan dan berhenti dengan pisau tertancap. Aku tidak tau lagi harus berbuat apa, selama beberapa saat terus saja capitnya mencengkram. Ku penjamkan mataku saat mas kukuh berusaha melepaskan capitnya, hingga dia bilang "ayo di tarik maju!"

"Tidak bisa mas, sakitttttt..."

"Lihatt... udah mulai ke buka"

Ku beranikan diri membuka mata, dan langsung ku geser. Darah segar mengucur di antara dua lubang bekas capit. Aku meronta saat mas Kukuh mengguyur jariku dengan obat merah. Ku hentak-hentakkan kaki ke lantai, dan bersembunyi di balik punggung mas kukuh "Sakitttt... sakittttt, mas"

Sang kepiting langsung di mutilasi menggunakan tang. Aku ke kasur dan menghidupkan kipas angin. Perih menjalar di antara jari-jariku. Seperti di gerogoti ikan piranha, walau aku sendiri tidak pernah tau rasanya di makan ikan itu (naujubillah, jangan sampai)

Aku menangis meraung-raung, perih sekali. Hanya ini yang bisa aku lakukan sebagai pelampiasan rasa sakit. Seumur-umur aku tidak pernah menjerit dan menangis sekencang ini, bahkan saat melahirkan. Terpikir di otakku "apa aku akan kena tetanus?" Dari lengan ke jari kurasakan dingin, berbeda dengan tangan sebelahnya yang hangat.

Mas Kukuh datang membawakan obat puyer Rafa, pait sekali. Tidak berapa lama kemudian, sirup entah berantah. Dia mulai memperban jariku. Sekitar setengah jam sakit mulai berkurang, dan hanya bagian ibu jari saja yang terasa perih.

Mataku terasa berat, tubuhkku lelah. Ingin sekali beristirahat dan memejamkan mata. Tapi mas Kukuh melarangku, dia takut aku pingsan. Sekuat tenaga ku cuba untuk tetap beraktivitas.

Akhirnya kepiting di masak asam manis dengan bantuan mas Kukuh, dan aku kebagian pengarah acara. Saat makan tiba, rasa sakit dan setengah trauma terobati saat melihat anak-anak makan dengan lahap.

Malam hari tiba, terbayang olehku... kan ada ulekan cobek dari batu, kenapa tidak langsung aku benturin saja si predator itu, aaarrrgghhh.... aku juga baru ingat, kepiting yang aku bersihkan dulu adalah kepiting yang sudah mati.

Kalau ada apapun, kata-kata di buku atau gambarnya aku selalu mengganti predator itu dengan sebutan 'lobster'

#OneDayOnePost
#EdisiCeritaBersambung

May 12, 2016

Menjelang Hari ke-6 : Ganti Obat

Darahku di periksa, beberapa jam kemudian hasilnya keluar. Sepertinya aku boleh pulang, tante tante berbaju putih itu hanya memberi pesan pada mama dan papa untuk terus memberiku asi dan berjemur setiap pagi, kalau kuning di kulit dan bola mataku tidak berkurang maka mama dan papa harus membawaku kembali ke rumah sakit. Mama selama ini memang tidak bisa menjemurku, karna setiap pagi udara masih sering berdebu. Beruntung ke esokan paginya cuaca begitu cerah dengan udara yang sangat bersih. Selama beberapa hari setiap pagi mama selalu membawaku ke luar untuk berjemur. 

Satu bulan sebelum cuti mama berakhir, mama memutuskan untuk berhenti bekerja. Sebelumnya ada beberapa pilihan, dirawat asisten rumah tangga ketika mama sedang kerja atau membawa saudara papa untuk membantu merawatku, tapi mama tidak memilih keduanya, mama ingin merawatku sendiri. 

*********

Sejak Jumat malam hingga sabtu sore suhu badan Rafa masih naek turun, berkisar 38.5-39 degres. Antibiotik yang di berikan dokter seperti kebal, tidak ada perbaikan.

Aku teringat ada temen di komunitas ODOP yang masih active bekerja di bidang kesehatan, mba Indri Bunyamin. Aku coba ajak ngobrol, siapa tahu dapat pencerahan.

[10:26 PM 30/04/2016] Mba Indri: Seharusnya ada perkembangan ya ...  krn sdh diberikan antibiotik untuk radangnya

[10:27 PM 30/04/2016] Mba Indri: Cek darah sudah dilakukan tapi normal.

[10:27 PM 30/04/2016] Mba Indri: Benar kata suami mba... besok kalau masih panas cek lab lagi

[10:28 PM 30/04/2016] Mba Indri: Kalau panas tinggi coba gunakan obat panas yg digunakan melalui anus seperti Dumin Rectal Tube

[10:28 PM 30/04/2016] Mba Indri: Tidak ada riwayat kejang?

[10:29 PM 30/04/2016] Mba Indri: Rajin dikompres air hangat2 kuku

[11:01 PM 30/04/2016] ✨Raida✨: Belum pernah kejang mba

[11:02 PM 30/04/2016] ✨Raida✨: Ini bocahnya udah bobo lagi

[11:02 PM 30/04/2016] ✨Raida✨: Apa ada kemungkinan typus mba, mungkin pas di cek dini hari ini jumat itu belum keliatan?

[11:08 PM 30/04/2016] Mba Indri: Kalau thyfus lebih cepat terlihat dari hasil lab widal testnya

[11:09 PM 30/04/2016] Mba Indri: Yg sulit itu DBD karena ada masa2 latent seperti pelana kuda

[11:09 PM 30/04/2016] Mba Indri: Trombosit normal yah?

[11:09 PM 30/04/2016] Mba Indri: Kalau thyfus biasanya disertai dgn keluhan di sal cerna seperti mual, diare, 
Berasa konsultasi ama dokter :)
*****
Sabtu sore suhu Rafa masih panas. Aku laporan ke kang mas kalau Rafa tadi ken**t nya bau banget, dia juga kadang merasa perutnya agak melilit-lilit.

Disinilah mas Kukuh mulai menebak-nebak, apa mungkin yang infeksi bukan tenggorokannya tapi bagian perutnya atau pencernaan. Kalau sampai minggu dia masih demam, mau ngga mau harus di cek ulang, hah?

Setelah beberapa macam pertimbangan akhirnya Mas Kukuh berinisiatif mengganti antibiotik khusus infeksi pencernaan yang biasa di pakai untuk mengobati typus, di minum 3x1 hari di mulai pada sabtu malam.

Tembakan pertama, tidak terlalu keliatan. Dosia ke dua, panas mereda, muka keliatan sayu tapi lebih cerah. Hingga minggu, suhu tubuhnya normal.

May 11, 2016

Hari ke 5 part 4: Mainan baru

Usia  5 hari kulit dan bola mataku menguning. Mama sangat khawatir,  ketika papa sampai rumah dan melihat keadaanku papapun ikut gelisah. Saat itu aku sering mengantuk, terlelap dan aku tidak terlalu ingin menyusu.

Papa segera membawaku ke rumah sakit, banyak sekali orang berbaju putih di tempat itu. Untuk pertama kali urat nadiku ditusuk jarum suntik. Sakit sekali, mereka mengambil darahku. Aku menangis sekeras mungkin, dan untuk pertama kali pula aku mengeluarkan air mata.

*******

Setelah Magrib aku kembali mengingatkan "udah malam lo pa"

"Iya sebentar lagi" jawabnya datar sambil terus membalas pesan-pesan yang masuk lewat bbm di telpon pintarnya.

Sekitar jam 7, pasukan siap-siap berangkat. "Ayooo.. Rafa, Alfie" seru mas Kukuh.

Anak-anak bersorak gembira. Tubuh Rafa yang masih terlihat payah berusaha bangkit dari duduknya. Kupakaikan celana jeans panjang dan sweater. Cukup lama mereka berada di luar,  padahal jarak toko mainan dari tempat kami tidak lebih dari 2km.

Satu jam an lebih akhirnya mereka kembali. Alfie langsung mencariku "mamaaaa... dedek pulang"  sebuah pedang pelastik berwarna putih dengan genggang berbentuk tokoh jepang Ultramen. Ku minta dia untuk meminta beberapa batrey di toko, diapun berlari.

Walaupun bahagia, Rafa terlihat semakin sayu. Suhu tubuhnya terasa hangat. Ketika di luar akupun memberi pesan kepada mas Kukuh untuk membeli termometer di apotik terdekat. Termometer dulu kami miliki telah hancur dan menjadi korban permainan bocah-bocah.

Rafa mengeluarkan sebuah kotak yang tidak terlalu besar dari kantong plastik. Di bukanya kotak tersebut, terlihat beberapa bungkus partikal kecil menyerupai lego. Star Wars, tokoh yang akan dia bangun.

Menjelang tidur, suhunya tetap tinggi 38.7 derajat :(

Antibiotik dari dokter seakan tidak mempan, hati kami kembali gelisah.

Setelah Alfie bobo, aku menyelinap ke tempat tidur Rafa, beruntung Alfie tidak terbangun, semalaman ku peluk dia, hatiku seperti teriris-iris perih.

#OneDayOnePost
#EdisiCeritaBersambung

May 10, 2016

Hari ke-5 part 3: Bocah Usil

Selama dua hari dua malam mama tidak tidur, aku selalu mengajaknya bercanda, bahkan aku selalu ingin tidur digendongannya, saat mama taruh aku di kasur maka aku akan menangis kencang. Saat itu papa lagi dinas malam, pulang ke rumah papa kecapean sekali.

Jangankan untuk tidur, lagi di kamar mandi saja aku sudah merasa kesepian, aku terus memanggilnya, memanggilnya dan terus memanggilnya.

Asi mama akhirnya mulai keluar lebih banyak, tapiii... putingnya jadi lecet dan payudaranyapun membengkak. Saat aku mulai menyusu mama sering merintih kesakitan, mulutku seakan silet yang mengiris-ngiris dadanya. Mama menggigit bibir dan menghentakkan sebelah tangan dan kakinya ke lantai sambil terus menyusuiku, sebagai pelampiasan rasa sakitnya. Seminggu pertama sepertinya perjuangan sangat berat baginya, tapi mama terus semangat.

******

Kurang lebih setengah jam hangat tubuhnya kembali normal, keringat bercucuran membasahi kaosnya. Kurasakan tubuhnya begitu dingin.

"Bukankah mas sudah berjanji membelikannya mainan baru" ucapku mengigatkan mas Kukuh yang terlihat sibuk memeriksa nota-nota barang. Sesekali memasukkan datanya ke dalam komputer.

"Iya nanti habis magrib" jawabnya sambil terus memainkan jari-jarinya di atas keypad, sebelah tangannya lagi memegang erat beberapa nota.

Ku tinggalkan dia, sementara itu Alfie dan Rafa masih terlihat bermain. Kadang-kadang Alfie terlihat begitu simpati terhadap kakanya.namun tak jarang pula ke jailannya membuat Rafa menjerit histeris dan menangis.

Untuk mendapatkan perhatian kakanya, Alfie sering kali bertingkah usil. Semakin Rafa berontak dan mengamuk, bahkan sampai menangis semakin senang dia. Bahkan wajahnya terlihat datar tanpa dosa walau kakanya  sangat berduka akibat polahnya.

Kali ini tentu saja aku berusaha melindungi Rafa yang benar-benar tak berdaya. Tapi entah kenapa susah sekali memarahin Alfie. Tingkahnya yang membuat wajahku kesulitan menampakkan ekspresi serius. Alfie seperti magnet yang memiliki aura kasih sayang, siapapun melihatnya akan merasa teduh, terhibur dan tak kuasa membuat hatinya terluka.

Walaupun aku menegurnya, tapi wajahku selalu dalam keadaan tersenyum dan terlihat bercanda. Agar Alfie tak semakin mengusili kakanya biasanya ku titipkan saja dia sama papanya. Memisahkan mereka sejenak, agar kembali merindu.

#OneDayOnePost
#EdisiCeritaBersambung

Mainan Alfie



Alfie: dedek bosennn, mainannya itu itu terusss...
Me: Mainanmu udah banyak fie, dulu mama malah ngga punya mainan sama sekali, mama kalau pengen punya mainan ya bikin.

Alfie: beliin mainannnn maaaaa...
Me: lihat mainanmu ada di mana-mana, sebagian udah ngga ke urus, sebagian nganggur

Alfie: tapi dedek mau mainan baru
Me: baiklah kalau Alfie sudah bosan dengam mainan lama, dedek boleh milih mainan baruuu apaaaa aja, tapiii.... mainan yg dedek beli harus seharga mainan lama dan masih layak, nah.. mainan yang lama itu akan kita sedekahkan kepada anak yang tidak punya mainan. Kan lumayan banyak pahalanya, pasti anak itu senang karna di kasih mainan.

Alfie: lhaaaa kenapa harus di kasihkan
Me: karna mainan lama udah ngga di urus lagi, itu liat pedang perasaan baru minggu kemarin, rubrik, hot whell dan apalagi tuh..

Alfie: tapi dedek masih pengen mainan itu
Me: katanya udah boseenn
Alfie: huwaaaaaaaa.....

Menangislah dia sesegukan antara pengen mainan baru dan sayang melepas mainannya yang lama. Selama Rafa sakit memang beli mainan jadi lebih sering, belum lagi beberapa hari sebelumnyapun papanya pulang dari luar kota bawain mainan juga. Karena jadi kebiasaann jadilah Alfie berasa dapat mainan baru itu adalah keharusan.

Akupun sedikit kelimpungan, karna kepolosan dan kelucuannya itu pulalah aku sukar berkata tidak. Sebenarnya mainan yang di inginkannyapun kadang hanya mainan murah bahkan harganya berkisar 1000-10.000an, baginya yang penting mainannya baru dan nambah terus.

Alfie: Aa jugaaa
Me: iya, aa juga kalau pengen mainan baru berarti harus menyumbangkan mainan lamanya yang masih layak dan harganya sama, biar rumah kita ngga sesak karna kepenuhan mainan.

Selama beberapa jam sampai tulisan ini dibikin, Alfie tidak pernah mengungkit mainan baru lagi

May 9, 2016

Hari ke-5 part 2: Labil

Siang hari suhu Rafa naek lagi hingga sore. Kebetulan termometer kami rusak akibat jadi bahan mainan anak-anak. Karena suhunya di rasa tidak kunjung turun, mas Kukuh berinisiatif memberinya serbuk yang di kasih dokter. Serbuk itu di campur air dan di taruh di gelas. Baru saja masuk mulut Rafa, minuman tersebut langsung dimuntahkan.

"Paitttttt ma" Raut wajahnya menyeringai.

"Di campur madu ya" pintaku lagi. Mas Kukuh membelikan madu di apotik terdekat. Kali ini serbuk obat di campur madu dan ditaruh di dalam spit. Lama sekali Rafa memandang spit tersebut. Rasa pahit yang membekas di lidahnya mungkin masih terngiang-ngiang, membuatnya begitu berat untuk menelan kembali.

"Ayooo di coba, itu udah manis" rayuku padanya. Dia masih memandangi serbuk yang telah berubah wujud menjadi setengah jel dan berwarna merah mudah karena bercampur madu rasa strawberry.

"Ayoooo sayang di minum, biar badanmu ngga panas lagi" bujukku lagi.

"Tapi paittttt.."

"Nggaaaa, itu kan udah bercampur madu, ayuuu mama tambahin karamel susunya" ku ambilkan sebutir karamel susu, oleh-oleh mas Kukuh waktu mampir di Garut beberapa pekan yang lalu. Secepat kilat dia memasukkan karamel ke mulut, namun tak jua dia minum obatnya.

Rafa masih meratapi spit obat. Berbagai cara kucoba memintanya untuk meminum obat tersebut "coba dulu dikit, cicipiinnn!!" Kali ini suaraku agak meninggi.  Hampir setengah jam berlalu, dia tetap memegang spit itu tanpa mencoba sedikitpun.

"Sini mama bantuin" pintaku kembali, tapi dia malah menghindar.

"Ngga mauuuu... nanti mama tekan" Rafa bangkit dari kursi teras jaga jarak denganku.

Kesabarannku mulai memudar "itu obat udah tercampur macam-macam, udah di luar terlalu lama nanti ngga bagus lagi" kali ini suaraku naik 3 oktav. Sebenarnya aku tidak tahu pasti apa obat itu memang akan berkurang atau tidak pengaruhnya jika sudah terlalu lama di dalam spit.

"Nanti paitttt maaa... paitttt!!!" Kata-kata ini terus yang di lontarkannya. Sejuta keraguan tergambar dari sorotan matanya. Dia ingin sembuh tapi obat ini terlalu pahit, mungkin seperti itulah pikirannya.

"Coba dulu, muntah ya muntah, yang pasti Rafa udah mau coba, dan kita udah tahu Rafa bisa nelan obat itu atau tidak!"

"Mama tidak tahu, obat ini pahitttt.."

"Cobaaaa, tolongggg di cobaaaa Rafa, kalau tidak mau... sudahhhh mama buang saja sekaliannnn..." kesabaranku benar-benar memudar. Matanya berkaca-kaca, dia tahu mamanya sangat kesal.

Astagfirullah al azimmm, apa yang telah aku perbuat, bagaimana bisa aku sekeras ini padanya, di saat kondisinya sedang lemah tak berdaya. Sejenak aku masih bisa berpikir terang kembali namun  sejenak pula akal pikiran warasku seakan runtuh ketika dia masih memegang spit tanpa mau meminumnya.

"Sudahhhh Rafa, kalau tidak mau tidak usah sekaliannn.. kasihkan mama, ngga usah ada obat-obatan lagi" kekesalanku terus memuncak, ya Allahhh.. apa yang terjadi padaku. Kelelahan fisik atau kekhawatiran yang berlebih membuatku benar-benar tak terkendali. Rafa terlihat sangat takut, dengan memaksakan diri akhirnya dia minum obat itu.

Aku masuk memisahkan diri sejenak darinya. Termenung, betapa teganya aku, bisakah aku lebih lembut dan sabar menghadapinya. Dia hanya anak-anak, dia sedang sakit.

May 7, 2016

Hari ke-5: Masih Demam

Keesokan harinya setelah aku lahir, papa dan mama membawaku pulang. Aku masih rewel dan menangis terus. Air susu mama sedikit sekali. Saat itu papa udah menyerah mau dibelikannya aku susu formula. Mama menolak, kalau papa sampai beli berarti usaha mama akan sedikit berkurang. Mama bertekat untuk menyusuiku.

Beruntung ada temen mama yang baik dan perhatian, namanya tante Dita, dia orang pertama yang ngasih suport ke mama untuk terus berusaha. Tante Dita juga yang bilangin ke mama kalau lambungku itu sebenarnya masih kecil sekali, bahkan bayi yang lahirnya sehat mampu bertahan 2x24jam tanpa di beri asi. Kalau aku rewel, karna asi itu mudah sekali di cerna jadi mudah aku serap dan pasti rasanya enakkk banget, rasanya seperti apa yang mama makan.

******

Tanpa sadar akupun terlelap. Jam 5 subuh alarm membangunkanku. Langsung ku kirim pesan lewat bbm
Me: Gimana hasilnya mas?

Tidak terbaca, seharusnya kalau tidak ada antrian panjang hasilnya sudah keluar. Ada apa? Mungkinkah belum keluar. Jam 5.30am suara deru mobil memasuki garasi. Sedikit banyak hatiku langsung bersorak gembira "Alhamdulillah tidak mondok, kemungkinan besar bukan dbd"

Rafa lebih dulu keluar dan duduk di kursi  teras, aku langsung menanyainya "bagaimana? Apa kata dokter?"

"Bukan db dan juga thypus ma" jawab Rafa.

Hatiku semakin sumringah "lha terus apa?"

"Ngga tau" Rafa hanya mengangkat bahunya.
Saat pengambilan darah suhu tubuhnya 38.6 derajat celsius. Dan dia masih aktif juga mau makan dan minum walau sedikit.

Dokterpun bingung, kira-kira apa yang sedang di alami Rafa. Kemudian dia meresepkan puyer diberikan andai saja panasnya tidak kunjung hilang.

*****
"Ma, pegang kepalaku ma, panas juga kaya Aa" pagi-pagi sebelum berangkat sekolah Alfie bikin polah. Punggung tangannya mengisyaratkan padaku untuk memeriksa ke adaannya.

Akupun memegang keningnya, secepat kilat mundur berekspresi kaget "waww.. mama nyetrummm, Fie"

"Jadi dedek libur hari ini ya ma" kata Alfie sembari melempar senyum nakalnya.

"Sakit itu ngga enak, Fie"

"Enakkk.... bisa libur terus" celotehnya menimpali.

"Ngapain punya mainan banyak, duitnya bermilyar-milyar tapi sakit, jangankan sekolah, mainpun susah" jawabku tak mau kalah "mending sehat gini, walau duit seadanya, bisa main puas dan jalan-jalan kemana-mana, tau tidak tadi pagi Aa di ambil darahnya"

"Opooo iyooooo?" mulut monyongnya menyosor seakan meledekku dengan opsi tidak percaya.

"Ayooo kita lihat" kamipun menuju kamar. Rafa masih tertidur pulas. Plestar penutup lukanya masih nampak terlihat. Alfie yang melihat hal tersebut sejenak terdiam.

"Oooooo bener ih..." setelah itu diapun tak berkata-kata, nurut saat aku mulai mempersiapkan keberangkatannya ke sekolah.

#OneDayOnePost
#EdisiCeritaBersambung

May 6, 2016

Menjelang Hari ke-4 part 2: Test Darah

Hanya satu malam aku di rumah sakit . Aku masih ingat malam itu papa menatapku sangat dalam. Papa sangat sayang padaku, di peluk dan di gendongnya selalu, Pancaran kebahagiaan terlihat dari raut wajahnya "aku juga sayang papa"

Air susu mama belum keluar, dokter membimbingnya bagaimana cara menyusui. Semalaman mama memencet payudaranya. Hanya keluar sedikit langsung diberikannya padaku. Aku sangat kehausan, mama frustasi, air susu tak kunjung keluar dengan baik.  Mama dan papa takut aku kelaparan lebih lama akhirnya dia menginjinkan perawat memberiku susu formula.

*************

Sore hari kurasakan suhu tubuh Rafa meningkat tajam. Gelisah dan sangat tidak nyaman. Dia terus berbaring di kasur "ma, kenapa lantainya bergoyang terus, kaya gempa bumi" lirihnya sambil terus memperhatikan barisan ubin rumah.

Aku kembali resah, kuhubungi mas Kukuh yang saat itu sedang berada di Sragen.
Me: "Pa, Rafa demam lagi"
Mas: "ngga papa, nanti kalau sampai sabtu masih panas baru periksa lagi"

Tentu saja aku belum cukup tenang, muka Rafa terlihat sayu dan matanya memerah. Segera ku rebus air untuk mengompres kepalanya.

 "Ma, baca cerita biar aku ngga bosan" ujarnya lagi.

Sambil membacakan cerita sesekali tanganku begerilya mengganti handuk di kepalanya. Dua kali sudah berganti air, cukup membuat kepalanya lebih dingin.
 "Ma, punggungku pegal banget, ini lo di sini" sambil menunjuk bagian belakangnya.

Kali ini ku miringkan badannya, sebelah kiri tangan memegang buku, sebelahnya lagi terus memijiti punggungnya.
"Ma haus"

Ku ambilkan air putih di dapur, lumayan banyak dia minum.
"Ma,  aku mau susu"
Kembali ke dapur mengambil sekotak susu Indomilk di kulkas. Sebelum kuberikan, kutaruh dulu sebentar di air hangat untuk menetralisir suhu susu. Nyaris satu kotak terminum, namun hanya berselang detik, susu itu keluar semua.

Ketika papanya datang suhu tubuh Rafa kembali turun. Jam setengah sebelas kembali minum obat, kemudian dia tidur bersama papanya. Waktu menunjukkan jam 2.30 dini hari, mas Kukuh membangunkanku. Suhu tubuh Rafa kembali meningkat, dia terlihat sangat gelisah. Mas kukuh sedikit panik kemudian memutuskan untuk kembali ke Rumah sakit. Tentu saja darah Rafa akan di periksa. Mas kukuh tidak mau ambil resiko, karena gejala yang Rafa alami cukup mengarah ke demam berdarah.

Rafa yang mengetahui hal itu, dia akan di ambil darahnya merasa sangat sedih. Buliran air mata kembali jatuh "aku ngga mau maaaaa.."

"Rafa, andai saja mama bisa menggantikanmu untuk di ambil darahnya, mama mau" batinku seribu tusukanpun mama mau menggantikanmu sayang.

"Di ambil darah itu sakit" rintihnya kembali sambil terus memeluk guling, menenggelamkan wajahnya ke kasur.

"Rafa, nanti papa beliin mainan, Rafa boleh minta mainan apa saja" kini papanyapun turut membujuk. Rafa hanya diam, kesedihan terus terpancar di wajahnya.

"Besok pagi saja" jawab Rafa kembali, mungkin dia masih sedikit mengantuk.

"Pagi terlalu ramai, kalau sekarang lebih sepi, Rafa bisa langasung ditangani" walaupun Rafa belum mengiyakan, mas Kukuh memintaku untuk mempersiapkan baju-baju, menjaga kemungkinan mondok di rumah sakit.

Rafa bangkit dan duduk di anak tangga kasurnya "Ma, nanti sakit"

"Rafa bukan anak pertama yang di ambil darahnya, Alfie juga pernah bahkan mama berulang kali padahal mama ngga sakit. Lihat mama tidak apa-apa kan?"

"Rafa nanti sakit ma" dia terus mengulang kata-katanya, raut wajahnya melukiskan betapa dia sangat ketakutan. Matanya berkaca-kaca, mungkin seandainya dia bisa menumpahkan kegelisahan hatinya ingin sekali dia menjerit "aku ngga mauuuuu maaaaa....!!!!"

"Sayang, mama ngga mau semuanya terlambat, yah.. nanti mama minta sama papa selama nungguin biar Rafa ngga terlalu kesakitan, boleh main game di hapenya papa"
Rafa masih bersedih, bola matanya berkeliaran ke sana kemari mencari tempat untuk berteduh.

"Mau yaa..?" Aku terus membujuknya. Akhirnya diapun bersedia berangkat.

Kumasukkan beberapa helai baju ke ransel tas, ku peluk dia, ku yakinkan semua akan baik-baik saja. Tepat jam 3 dini hari mobilpun meluncur membelah keheningan jalan. Tidak memakan waktu lama, Rafa dan papanya tiba di ruang UGD RS PKU. Tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa pasien. Ada 4 orang yang memegang tubuh dan tangan Rafa. Mas Kukuh memegang kepala Rafa dan memberi perhatian penuh. Walau tidak berontak, Rafa menjerit histeris sesaat ketika jarum suntik menenbus urat nadinya. Ketika tabung darah untuk tes di rasa cukup, kembali di pasang alat untuk persiapan kemungkinan di pasang infus kembali.

Selama menunggu hasil lab, Rafa di beri kelonggaran bermain game. Di hari biasa, anak-anak di rumah memang sangat aku batasin bermain game. Ada untungnya juga, saat darurat gini memberinya waktu lebih lama agar dia tidak trauma menghadapi jarum suntik.

Sementara di rumah, hatiku sangat resah bagaimana hasilnya? Pikiranku mengembara kemana-mana, terus berdoa semoga semuanya baik-baik saja. Ya Allah sehatkan dan lindungi Rafa.

#OneDayOnePost

Menjelang hari ke 4: Ketika DBD Melanda Kampungku

Walau tidak begitu besar, gaji papa sangat cukup untuk menghidupi kami dengan layak. Papa juga tidak meminta mama bekerja. Tapi mama ingin membantu papa, membantu keluarga di kalimantan dan tentu saja pengalaman yang tidak akan di dapat di tempat yang lain. Mama ingin punya rumah sebelum aku lahir, agar kami hidup tidak berpindah-pindah seperti mama dulu.

Sehari sebelum aku lahir, mama joging di area pantai, pulangnya mama memilih naek tangga ke lantai 4. Mama berharap aku dapat terlahir normal, lancar dan selamat. Ke esoklan paginya kejutan special itupun tiba, cerita lengkap tentang kalahiranku mama tulis di sini.


*****************

Beberapa bulan yang lalu tidak jauh dari tempat tinggal kami ada seorang anak yang mengalami demam tinggi. Keluarganya telah membawanya ke klinik terdekat, entah apa diagnosa dokter saat itu, yang pasti setelahnya demam si anak mereda. kala itu, di kampung sedang di adakan walimah pernikahan, karena masih tetangga sang ibu turut membantu kelangsungan acara di bagian dapur.

Anaknya yang masih dalam keadaan belum 100persen stabil akhirnya di titipkan sementara kepada sang nenek. Selama di rumah nenek, si anak tertidur pulas. Sepulang dari membantu tetangga sang bunda berniat membawa anaknya pulang. "Bu gimana tole?" Tanyanya untuk meyakinkan keadaan putranya.

"Tidak apa-apa, dari tadi tidurnya sangat pulas" jawab sang nenek.

Namun apa yang terjadi, saat sang bunda mencoba membangunkan, badannya sangat dingin dan terbujur kaku tak bernyawa. Teriakan histeris mewarna rumah keluarga itu. Sang nenek sangat terpukul menyaksikan peristiwa tersebut.

Masih satu wilayah, tidak jauh dari tempat tinggal kami, beberapa tahun yang lalu. Bocah seumuran Rafa, di diagnosa radang tenggorokan, namun kondisinya sangat lemah, selalu tiduran, minumpun kesusahan. Ibunya mengira karena tenggorokan yang bermasalah membuat anaknya kesusahan untuk menelan. Semakin lama kondisinya kian drop . Sempat melewati tahap 'anyep', suhu badannya sangat dingin, namun tiba-tiba panas tinggi, segera dilarikan ke rumah sakit, sayang nyawanya tak tertolong, walau tim medis sudah berusaha sangat maksimal untuk menyelamatkannya.

Kampung kami sebenarnya mempunyai slogan 'bebas demam berdarah', saat pergantian musim apalagi memasuki musim penghujan, beberapa pekan sekali tim kesehatan rutin mengadakan pemeriksaan dari rumah ke rumah penduduk untuk memberikan pengarahan, pencegahan termasuk pemberian zat adt sebagai pembunuh jentik-jentik nyamuk.  Namun ini tidak menutup kemungkinan setiap warga bebas dari penyakit demam berdarah.

Ketika ada warga yang sedang sakit, apalagi sampai mondok sebagai bentuk suport, maka kami berbondong-bondong menjenguk ataupun memberikan dana seikhlasnya tidak peduli keluarga yang sakit itu ekononinya susah ataupun kaya.

Beberapa pekan yang lalupun, tepat sebelah rumah kami, hanya terpisah satu bangunan lagi. Anak tetangga kami yang masih tergolong balita itu juga terkena demam bendarah. Saat di bawa ke Rumah Sakit, kondisinya sangat kritis, beruntung nyawa sang anak dapat di selamatkan.

Anak penjual gorengan langganankupun demikian, positif dbd. Kata bapaknya berbarengan dengan anaknya begitu banyak yang terkena demam berdarah, sampai anaknya tidak kebagian tempat mondok dengan sangay terpaksa menjalani rawat jalan.

Dirumah kami sendiri tidak ada genangan air di bak mandi, aku sengaja mengosongkannya, setiap di isi pasti menjadi kolam renang dadakan bocah-bocah. Kami menggunakan sumur bor yang otomatis tertampung di tandon dan berada nyaris di atas atap rumah. Akupun menanan tumbuh-tumbuhan yang tidak di sukai nyamuk seperti jeruk purut, serai dan jenis lainnya yang baunya cukup menyengat. Untuk tidur selalu kupasangkan kelambu dan siap sedia dengan raket nyamuk. Namun demikian nyamuk selalu ada, apalagi tumpukan barang toko yang silih berganti.

Lindungi dan Sehatkanlah selalu keluarga kami ya Allah...

#OneDayOnePost
#EdisiCeritaBersambung

May 5, 2016

Hari ke-3 part 2: Radang tenggorokan?

Menurut perkiraan dokter, aku akan lahir pada tanggal 24 Juni 2008. Rencananya mama akan ngambil cuti 10 hari sebelumnya, mama ingin lebih lama bersamaku ketika lahir. Tapi aku ingin memberi kejutan special buat mama dan papa. 

Sebelum aku terlahir ke dunia banyak sekali teman-teman mama di tempat kerja yang perhatian dan sayang. Mama sudah menganggap mereka seperti keluarga sendiri. Kadang aku merasakan hangat-hangat jemari mengelus-ngelus dinding rumahku. Ada yang geli ada yang berdecak kagum dan juga ada yang takut. Maklum saja mama wanita pertama yang ketahuan hamil di tempat itu. Teman-teman mama kebanyakan laki-laki, sedangkan perempuan masih banyak yang single.

****************

Menjelang jam 12 siang, saatnya menjemput Alfie. Langsung di tagih sama dia "ayoooo ma, nyari mainan"

Semenjak Rafa sakit, Alfie menjadi malas berangkat sekolah "maaaa.. aku mau libur, nunggu sabtu itu masih lama" rengeknya suatu hari ketika mengetahui kakaknya tidak masuk sekolah . Berbagai macam cara dan upaya membujuknya agar berangkat dan berbagai alasan pula ia pakai agar bisa holiday di rumah. Bahkan luka lama di kakipun di ungkit kembali "maaa.. ini looo sakit" mukanya sesekali meringis, pandai sekali ini bocah.

Baiklah mama menyerah, karna toko mainan hanya berjarak beberapa meter dari sekolah, jadi ke sekolah di janjiin pulangnya beli mainan. Saat Alfie sekolah, tentu aku bisa maksimal bersama Rafa. Hanya dalam kondisi tertentu kami lebih longgar membelikan mereka mainan. Setiap kali mereka (seringnya sih Alfie) menginginkan mainan, biasanya langsung aku doktrin "punya mainan banyak itu emang keren, tapi anak hebat bisa bikin mainannya sendiri"

****

Sampai rumah batinku begitu gelisah, bagaimana Rafa sekarang. Di ambil darahnya kah? Atau hanya di kasih resep. Perutku berasa mual, pikiranku berkecamuk, melayang ke mana-mana, waktu terasa sangat lambat. Ku biarkan Alfie yang sedari tadi sibuk dengan mainan barunya. Ya Allah.... separuh jiwaku seakan berada tidak pada tempatnya. Walaupun jam makan siang telah tiba, aku sungguh kehilangan nafsu makan, menunggu dan terus menunggu.

Ku ambil hp, ada notif panggilan tak terjawab dari line mas Kukuh. Segera ku foto mainan yang baru kami beli tadi, sekantong plastik kecil bombik dan sebuah sepeda motor mini, send. Telepon berdering, Rafa duduk di kursi belakang dengan lebih ceria. Dia bilang barusan makan bakso dekat rumah sakit, hanya di kasih obat-obatan dan bisa pulang. Indikasi pertama dia terkena radang tenggorokan.

Radang tenggorokan? Jujur aku sedikit pesimis saat dokter bilang radang tenggorokan. Beberapa pekan yang lalu Alfie di vonis radang tenggorokan. Sempat sehari minum antibiotik tapi tidak ada peningkatan, menjelang hari ke-4 langsung ke RS dan masuk UGD karna hari itu adalah hari minggu, semua poliklinik sedang tutup. Ketika di adakan test lab baru di ketahui secara pasti dia positif thypus. Karna diketahui lebih awal, thypus yang di derita Alfie masih tahap ringan, memungkinkan hanya rawat jalan.

Kasus radang tenggorokan selanjutnya adalah mas Kukuh sendiri. Sehari setelah menikah, dia terserang demam berkelanjutan. Beberapa hari kemudian periksa ke dokter di sebuah rumah sakit, dia di diagnosa mengalami radang tenggorokan. Walaupun telah di tembak antibiotik berdasarkan resep dari sang dokter, keadaannya semakin memprihatinkan. Kembali ke rs dan di lakukan test darah, positif terkena demam berdarah.

Sebenarnya beberapa tahun yang lalu, Rafa sempat juga di diagnosa mengalami peradangan pada tenggorokannya, entah benar atau tidak setelah minum antibiotik diapun sembuh.
****
Kulihat Rafa dengan santainya memakan pisang, sambil terus mengoceh dengan video call yang terus menyala. Sepertinya kekhawatiran akan test darah telah hilang dari pikirannya. Rafa mendapat resep sebotol tempra penurun panas di minum 3x sehari, dan SPORETIK Cefitixime untuk di minum 2x sehari selama tujuh hari.

Separuh jiwaku yang hilang kembali untuh bersamaan kepulangan ananda Rafa. Dia langsung membongkar mainannya. Sesaat hatiku lega, berdoa dan selalu berharap semuanya akan baik-baik saja, yah mungkin ini memang radang tenggorokan. Menjelang sore, harapan itu kembali runtuh, suhu tubuhnya kembali meningkat.

#OneDayOnePost
#edisiceritabersambung

Hari ke-3: Ke Rumah Sakit

Namaku Rafa, bulan depan usiaku genap 8 tahun. aku lahir 3 tahunan setelah mama dan papa menikah. Semasa aku dalam kandungan, mama masih aktif bekerja, namun ketika usiaku 5 bulan mama bermimpi menemukan bayi laki-laki yang tampan sekali di teras tempat kami tinggal. Bayi itu terlantar, tak ada yang ngurus, padahal cuaca saat itu cukup panas dan berdebu. 

Mama terbangun, sedih banget, kemudian telapak tangannya menyentuh dinding rumahku, terasa hangat dan menenangkan, mama bilang "mama tidak akan menelantarkanmu sayang, mama akan terus menjagamu"


Aku bahagia sekali, tidak sabar rasanya bisa segera bertemu dengannya. 

**********************

Dini hari badannya kembali panas, walaupun dalam ke adaan terlelap tapi selalu gelisah. Dia masih tidur di temanin mas Kukuh, kurang lebih sejam sekali aku periksa dia, masih panas.

Keesokan paginya masih terasa panas, sempat makan bubur sumsum 3 sendok, minum dan nyemil biskuit. Kami berinisiatip membawanya ke RS Kasih Ibu.

Setelah mengantar Alfie, kami mulai bersiap-siap. Toko kebetulan agak ramai, mas Kukuh melayani beberapa pembeli sebentar, tepat jam 9 pagi kami meluncur ke Rumah Sakit.

Setiap masuk Rumah Sakit, kakiku terasa lemas. Area parkiran yang penuh, para pasien beserta keluarga dengan kondisi yang berbeda-beda, tentu yang sangat tidak nyaman adalah aroma obat-obatan dari segala penjuru ruangan. Otakku selalu berbisik, tempat paling menakutkan bukanlah kuburan atau pohon keramat, bukan pula rumah kosong dengan para penghuni dari alam sebelah tapi RUMAH SAKIT. Rumah tempat orang sakit menjadi sehat, orang sehat menjadi sakit. Siapa yang tidak sakit hatinya orang-orang tercinta sedang berjuang melalui perantara Rumah ini beserta tim ahli, kadang perjuangan mereka berakhir kala pasien pulang kepada sang Pencipta.

Aku sempat jalan lebih dulu ke area tunggu poliklinik, diantara jejeran kursi besi , hanya menyisakan satu tempat kosong. Kupangku Rafa, perasaanku sedikit aneh kenapa orang-orang di sampingku mbah-mbah dan oran tua semua? anak kecilnyapun cuman satu, itu juga terlihat sangat sehat, jangan-jangan kami salah ruangan, bukankan dulu Alfie di periksa di ruangan ini?

Ku temui mas Kukuh yang masih mengantri di area pendaftaran, aku memilih menunggu di luar saja. Ternyata tidak ada satupun kursi yang tersedia, ada beberapa toko makanan dan kantin. Dengan aroma obat-obatan dari Rumah Sakit,  perutku terasa sangat mual, selera makanku turun drastis ke level paling bawah.

Di depan Rumah Sakit dekat parkiran sepeda motor ada tumpukan batu semen untuk memperindah taman kecil, di sanalah kami menunggu. Hanya sekitar 15 menit, mas kukuh datang, katanya dokter yang di cari sedang sakit, spontan aku tersenyum geli.

"Ma, kok dokternya sakit?" Tanya Rafa

"Dokter juga manusia bisa sakit bisa sehat, makan, ke kamar mandi kaya kita juga" ku genggam tangannya erat menuju gerai Donat Boys. Donat ini kesenengannya Rafa dan Alfie. Setelah itu kami pulang.

Hanya beberapa jam di rumah, suhu panasnya semakin tinggi, tidak mau ambil resiko lebih jauh, Mas kukuh dan Rafa ke Rumah Sakit yang lain.

"Aku maunya sama mama"

 "Mama mau tapi sebentar lagi Alfie pulang, ngga ada yang jemput. Kalaupun sama Alfie, kan Rafa tau, anak sehat di bawah 12 tahun ngga boleh masuk rumah sakit"

 "Aku maunya sama mamaaaa.." ia meratap, buliran air mata mulai membasahi pipinya.

Perih sampai ke jantung hati, bisakah mama saja yang gantiin ini semua sayang?

"Ayo, nanti ke buru ke siangan" pinta Mas Kukuh

 "Papa duluan aja" ujar Rafa sembari mendekatiku dari belakang.

 "Iya, papa duluan, ada yang mau kami omongin berdua" Mas Kukuh berlalu menuju garasi, memberi kami ruang untuk membicarakan sesuatu hanya berdua saja.

 "Ma, nanti kalau udah dapat mainannya potoin terus di kirim ya?" Ucapnya pelan penuh harap.

Akupun mengiyakan, dalam kondisi seperti  sekarang ini, mau tak mau sogok menyogokpun terjadi.

Setelah ke kamar mandi dan kembali mengenakan celana panjangnya, membawa jaket sebagai cadangan saat dia merasa kedinginan, tak lupa ku selipkan mainan rubriknya, Rafa segera menyusul papanya.

Ada yang menusuk-nusuk di ulu hatiku, ya Allah sehatkan Rafa, angkatlah penyakitnya, sembuhkanlah dia.

****

Catt: Mas kukuh udah sreg dengan salah satu dokter di rs kasih ibu , dia tidak gampang dan bener bener selektif memberikan resep antibiotik ke anak/pasien, dan penjelasannya lebih mudah di terima serta sangat nyaman di ajak diskusi

#OneDayOnePost
#edisiceritabersambung