Jun 11, 2011

Anakku bukan untuk bahan percobaan

Niatnya pengen bisa hemat, hemat waktu hemat biaya hemat tenaga, yang terjadi malah penyesalan yg berkepajangan.

Aku membawa Alfie, anakku yg kedua untuk vaksin BCG di sebuah klinik. Dianter om nya mas kukuh, di sertai juga Rafa yang tak pernah bisa jauh2 alias kalo mamanya pergi ya dia juga ngikut, tapi kalo Rafanya pergi tak apa2 lah mamanya tinggal. sampai sana sambutan petugas2 sana cukup ramah, daftar dan nunggu panggilan. kalo udah langganan sana kayanya gratis, soalnya tertera di sana dengan tulisan yang amat sangat besar *Vaksin BCG tgl ** Gratis* tapi tuk pelanggan baru tetep di kenain biaya 15rb, murah dwunk.. kalo di banding2 in ma RS yg gak perlu bayar pernak pernik lain.

sampailah anakku di panggil, tanya ini itu dan saatnya penyuntikan vaksin. aku kira yang nyuntik dokternya, karna pengalaman anak pertama dulu2 itu yang nyuntik ya dokter, yg megangin baru perawatnya. tapi aku gak terlalu mempermasalahkan toh kemaren2 waktu lahiran petugas bagian suntak suntik juga perawat or bidan, di kuwait juga petugas suntik2 juga perawatnya.

pas jarum itu mulai menancapkan ke kulit bahu Alfie, perawat itu sepertinya kesulitan masukin cairan vaksinnya, udah masuk kulit dan memiringkan suntikannya agar bisa ke bawah kulit membuatnya seperti kewalahan, mana Alfie gerak2 histeris nangis kencang kejar2. jadilah jarumnya di angkat lagi. percobaan pertama selesai??? oh tidak.. sekali lagi dia mencoba menyuntikkan.. dan mencoba memasukkan jarumnya di bawah permukaan kulit hingga bercente meter panjangnya, tebakanku sampai 1.5cm masih juga cairannya belum masuk, sementara itu dokternya bagian megangin si bayi di bantu satu perawat lagi. Perawat itu makin ketar ketir jadinya.

hatiku sangat miriss sakit teriris seperti jarum2 itu menusuk persendian dan juga jantungku, ingin segera ku angkat Alfie dan membatalkan vaksinasi, kali ini gagal lagi perawat itu menyuntikkan vaksinnya . Dokter segera mengganti tugas perawat, kalo saja masih tu perawat yang nyuntik sumpah rasanya mau langsung pulang saja. mau bikin ribut juga rasanya gak ada gunanya. ketika dokter itu mengambil alih tugasnya aku sedikit tenang, hanya dengan sekali gerakan vaksin udah masuk ke kulit anakku. dengan perasaan yg porak poranda aku masih bisa tersenyum dan mengucapkan terima kasih buat semuanya.

sampai rumah tak terasa air mataku jatuh, sedih rasanya. ya Allah beginikah rasanya kalo jadi orang yang serba kekurangan, orang miskin yang berharap mendapatkan fasilitas serba murah dan sukur2 bisa gratis?

Demi anak-anakku aku harus hidup sejahtera.. hidup berkecukupan.., punya uang yang banyak bisa ngasih makan yang sehat dan bergizi, bisa memberikan pendidikan yang layak dan bagus untuk anak-anakku bisa memberikan fasilitas yang baik tuk mereka tanpa mengurangi rasa kasihku terhadap mereka.

**************
bukan rahasia lagi kalo klinik2 dan Rs pemerintah banyak menampung perawat dan dokter yang baru lulus, yg baru mulai kerja. tapi bukan berarti manusia yang mengharapkan harga murah di jadikan bahan uji coba :(

pembicaraan suami istri
suami: "kalo gak ada percobaan ya gak bisa-bisa" (maklum saja mas kukuh juga perawat, membela kaum nya ne ceritanya)
istri: "kenapa harus manusia duluan.. kenapa gak di uji coba ke tikus dulu? kalo udah lihai baru kemanusia..."

No comments: