Sebagai pendatang dulu sempat sedih, nuansa Ramadan di kota ini sungguh minim. Begitu banyak warung makan yang tetap buka, orang merokok di segala tempat, nyemal nyemil semaunya walau ucapan selamat menunaikan ibadah puasa cukup banyak. Eitsss... tunggu dulu
Ini adalah Ramadanku di kota Solo untuk ke sekian kalinya. Di sini memang secara pribadi belum mendengar adanya perda larangan berjualanan makanan di siang hari ataupun kewajiban menutup warungnya dengan aneka tirai, sangat berbeda dengan kampung halamanku di Kalimantan Selatan.
Walau demikian beberapa warung mengubah jam tayang semisal warung sop soto bu Sri, tidak jauh dari tempat tinggalku. Di hari biasa buka sejak pagi hingga siang tapi tapi semenjak Ramadan berganti dari jam 2 dini hari sampai siang atau sampai habus. Dia jadi penolong buat orang-orang untuk bersantap saur yang tidak sempat masak juga ngelayanin orang yang tidak berpuasa di pagi dan siangnya.
Di warung lainnya yang biasa buka dari jam 11 sampai malam hari berubah strategi dari jam 3 sore hingga malam. Di beberapa warung lagi buka seperti biasa dan tetep ramai.
Tapiiiiiiiiii... warung yang nyediain buat berbuka jaohhhhhh lebih ramai. Sebutlah Ayam Resto, hari biasa parkiran kendaraan masih bisa bersusun indah, namun saat ramadan dan menjelang berbuka area parkir di ubah menjadi tempat makan lesehan dadakan.
Kami sekeluar biasanya kalau berencana buka di luar memilih untuk kelayapan setelah magrib, akan terasa lebih tenang.
Juga penjual aneka snack dadakan akan terlihat di beberapa tepi jalan.
Beberapa hari yang lalu di berita sempat heboh tentang penjual nasi yang kena rajia satpol PP. Begitu banyak pro dan kontra tentang hormat menghormati dan juga tentang pencari nafkah.
Saya mungkin termasuk aliran yang netral, mau di larang ya monggo nggapun tak apa-apa. Hanya saja memang sebaiknya di mana bumi di pijak di situ langit di junjung bukan? Pemerintah setempat tentu bukan dari pemikiran semalam dua malam ketika kebijakan itu di buat.
170716
#OneDayOnePost
Ini adalah Ramadanku di kota Solo untuk ke sekian kalinya. Di sini memang secara pribadi belum mendengar adanya perda larangan berjualanan makanan di siang hari ataupun kewajiban menutup warungnya dengan aneka tirai, sangat berbeda dengan kampung halamanku di Kalimantan Selatan.
Walau demikian beberapa warung mengubah jam tayang semisal warung sop soto bu Sri, tidak jauh dari tempat tinggalku. Di hari biasa buka sejak pagi hingga siang tapi tapi semenjak Ramadan berganti dari jam 2 dini hari sampai siang atau sampai habus. Dia jadi penolong buat orang-orang untuk bersantap saur yang tidak sempat masak juga ngelayanin orang yang tidak berpuasa di pagi dan siangnya.
Di warung lainnya yang biasa buka dari jam 11 sampai malam hari berubah strategi dari jam 3 sore hingga malam. Di beberapa warung lagi buka seperti biasa dan tetep ramai.
Tapiiiiiiiiii... warung yang nyediain buat berbuka jaohhhhhh lebih ramai. Sebutlah Ayam Resto, hari biasa parkiran kendaraan masih bisa bersusun indah, namun saat ramadan dan menjelang berbuka area parkir di ubah menjadi tempat makan lesehan dadakan.
Kami sekeluar biasanya kalau berencana buka di luar memilih untuk kelayapan setelah magrib, akan terasa lebih tenang.
Juga penjual aneka snack dadakan akan terlihat di beberapa tepi jalan.
Beberapa hari yang lalu di berita sempat heboh tentang penjual nasi yang kena rajia satpol PP. Begitu banyak pro dan kontra tentang hormat menghormati dan juga tentang pencari nafkah.
Saya mungkin termasuk aliran yang netral, mau di larang ya monggo nggapun tak apa-apa. Hanya saja memang sebaiknya di mana bumi di pijak di situ langit di junjung bukan? Pemerintah setempat tentu bukan dari pemikiran semalam dua malam ketika kebijakan itu di buat.
170716
#OneDayOnePost