Masih di area halaman toko penjual sepatu menuju pulang,
bibir si sulung manyun, matanya merah dan berkaca, tangannya bersidekap.
“Ibu-ibu itu yang salah, Ma,” ucapnya merengut.
“Tidak semua orang baik sayang, begitu pula, tidak semua
orang jahat,” ucapku berusaha menenangkan. “Kamu pengen ngeratapin lama hingga stres
apa di ikhlasin?”
“Itu mainan punyaku satu-satunya,” jawabnya ketus.
“Tahu aja satu-satunya kenapa teledor?”
“Mama nggak bilangin sih!” mukanya terus bersengut.
“Gimana mama mau bilangin, orang sudah hilang gitu.”
Dia masih saja merengut. Ingin menangis tidak tahu apa yang
ditangisin.
Tadi malam kami ke pusat penjualan sepatu. Nyariin si sulung
sepatu sekolah. Rafa bawa mainan rubrik, hadiah ayahnya waktu ke luar kota dulu.
Mainan itu masuk kategori favorit. Sering di bawa kemana-mana. di usia sekitar
7 tahunan berkat bantuan Mas Amin –karyawan toko- juga teturial youtube, mainan itu telah berhasil dikuasai. Sempat berhenti,
dan terbengkalai begitu saja. Hingga beberapa minggu terakhir ini ia kembali
memainkannya. Sering dibawa kemana-mana, apalagi perjalanan jauh.
Saat mamanya sibuk mencari sepatu yang cocok, dia sibuk bermain
rubrik, sampai ketemu empat pasang sepatu biar dia bisa milih. Sedang asik
milih, hingga ketemu yang nyaman dan cocok dia mencoba berlari menyusuri
karidor toko. Mamanyapun ke area lain, buat nyari sendalnya yang juga putus dan
hilang. Waktu Rafa kembali, kami sudah menduduki area kursi lain.
Saatnya pembayaran dan pulang. Waktu menuju motor, Rafa baru
sadar kalau mainannya tertinggal. Dia berusaha mencari ke sana kemari. Mamanya
pun ikutan turun dari motor dan membantu mencari. Tapi sayang, mainan itu
sungguh tidak terlihat.
“Mbak, ada lihat mainan rubrik nggak ya? Tadi tertinggal,”
tanyaku pada seorang pelayan toko. Perempuan berambut panjang lurus rebonding
dengan tubuh semampai itu agak bingung. Hingga temannya di sebalah bilang. “Perasaan
tadi diambil ibu-ibu, Mbak?” ucapnya.
“Bisa tunjukin ibu-ibu yang mana, ya?”
“Kayanya sudah pulang, Mbak.”
“Oh.”
Akupun pergi dan memberi penjelasan ke Rafa. Jadilah drama
keluarga ala Korea.
Saat duduk di bangku
sebuah rumah makan, si sulungmelamun, dan matanya mulai berembun.
“Dulu papa kehilangan kabel seharga limajuta rupiah,”
ceritaku.
“Papakan punya kabel banyak. Itu mainan Rafa satu-satunya,”
sahutnya kesal.
“lima juta itu bisa buat beli rubrik hingga ratusan buah.”
“Iya, tapi papa masih punya kabel banyak,” dia tetep ngeyel.
“Untuk mendapatkan laba limajuta itu, papa harus jual barang
lebih banyak lagi. mungkin harus berhari-hari atau berminggu-minggu, bisa juga
berbulan-bulan.”
Dia diam.
“Kamu tahu rumahnya Om Rizal, kan?” Om Rizal adalah teman Mas.
Ia mengangguk.
“Waktu kita ke pantai kemarin, rumah di seberangnya itu
terbakar. Semua barangnya ludessss … desss tak bersisa.”
“Terbakar kenapa, Ma?”
Dia mulai antusias.
“Nyalain kompor tapi
lupa matiin, kemudian ditinggal pergi. Baju-bajunya, perabotan, dapur, mainan,
semuanya-semuanya terbakar. Sekarang harus menginap di mesjid, begitu yang mama
dengar.”
“Makannya?” potong Rafa.
“Menurut informasi, dikasih tetangga-tetangga yang baik hati.”
Rafa mulai menerima.
“Bisa saja Allah sedang ngasih ujian, bisa saja Allah mau
ganti yang lebih baik, bisa saja di dalam sana ada harta yang belum seharusnya
milik mereka, bisa saja.. bisa saja, hanya Allah yang tahu.
Kalau meratapi berlama-lama, tidak hanya setress tapi bisa
sakit-sakitan dan gila. Jalan satu-satunya, ikhlasin. Sekarang kamu boleh sedih tapi jangan
lama-lama. Anggap saja peringatan. Besok-besok harus lebih hati-hati. Jangan masuk
ke lubang yang sama. Pengalaman itu mahal.
Kamu tahu Mamanya Keisya kan?”
Rafa kembali mengangguk.
“Dulu dia kehilangan sepeda motor, padahal sudah dikunci. Yang
penting kita harus menjaga dengan baik, hati-hati dan nggak teledor. Setiap kita
punya kontrak sendiri-sendiri. kontrak Rafa sama mainan itu, berarti sudah
habis. Rafa sama baju inipun ada kontraknya, Rafa sama mama, sama dedek, tapi
kita tidak tahu kapan itu akan berakhir,” ucapku sambil memegang bajunya.
“Dulu, pintu garasi toko tidak terkunci, bahkan terbuka
sedikit gara-gara teledor. Kalau ada orang jahat, bisa saja dia memasuki toko
dan menguras semua isinya. Tapi Allah masih jaga dari orang-orang yang berniat
jahat. Setelah itu, papa jadi lebih hati-hati lagi.”
Wajahnya sudah mulai cerah. Hingga tulisan ini ditayangkan,
roman mukanya sudah kembali normal. Tapi saya tidak berani mengungkit-ungkit
rubriknya, kecuali dia yang mulai.