May 6, 2016

Menjelang Hari ke-4 part 2: Test Darah

Hanya satu malam aku di rumah sakit . Aku masih ingat malam itu papa menatapku sangat dalam. Papa sangat sayang padaku, di peluk dan di gendongnya selalu, Pancaran kebahagiaan terlihat dari raut wajahnya "aku juga sayang papa"

Air susu mama belum keluar, dokter membimbingnya bagaimana cara menyusui. Semalaman mama memencet payudaranya. Hanya keluar sedikit langsung diberikannya padaku. Aku sangat kehausan, mama frustasi, air susu tak kunjung keluar dengan baik.  Mama dan papa takut aku kelaparan lebih lama akhirnya dia menginjinkan perawat memberiku susu formula.

*************

Sore hari kurasakan suhu tubuh Rafa meningkat tajam. Gelisah dan sangat tidak nyaman. Dia terus berbaring di kasur "ma, kenapa lantainya bergoyang terus, kaya gempa bumi" lirihnya sambil terus memperhatikan barisan ubin rumah.

Aku kembali resah, kuhubungi mas Kukuh yang saat itu sedang berada di Sragen.
Me: "Pa, Rafa demam lagi"
Mas: "ngga papa, nanti kalau sampai sabtu masih panas baru periksa lagi"

Tentu saja aku belum cukup tenang, muka Rafa terlihat sayu dan matanya memerah. Segera ku rebus air untuk mengompres kepalanya.

 "Ma, baca cerita biar aku ngga bosan" ujarnya lagi.

Sambil membacakan cerita sesekali tanganku begerilya mengganti handuk di kepalanya. Dua kali sudah berganti air, cukup membuat kepalanya lebih dingin.
 "Ma, punggungku pegal banget, ini lo di sini" sambil menunjuk bagian belakangnya.

Kali ini ku miringkan badannya, sebelah kiri tangan memegang buku, sebelahnya lagi terus memijiti punggungnya.
"Ma haus"

Ku ambilkan air putih di dapur, lumayan banyak dia minum.
"Ma,  aku mau susu"
Kembali ke dapur mengambil sekotak susu Indomilk di kulkas. Sebelum kuberikan, kutaruh dulu sebentar di air hangat untuk menetralisir suhu susu. Nyaris satu kotak terminum, namun hanya berselang detik, susu itu keluar semua.

Ketika papanya datang suhu tubuh Rafa kembali turun. Jam setengah sebelas kembali minum obat, kemudian dia tidur bersama papanya. Waktu menunjukkan jam 2.30 dini hari, mas Kukuh membangunkanku. Suhu tubuh Rafa kembali meningkat, dia terlihat sangat gelisah. Mas kukuh sedikit panik kemudian memutuskan untuk kembali ke Rumah sakit. Tentu saja darah Rafa akan di periksa. Mas kukuh tidak mau ambil resiko, karena gejala yang Rafa alami cukup mengarah ke demam berdarah.

Rafa yang mengetahui hal itu, dia akan di ambil darahnya merasa sangat sedih. Buliran air mata kembali jatuh "aku ngga mau maaaaa.."

"Rafa, andai saja mama bisa menggantikanmu untuk di ambil darahnya, mama mau" batinku seribu tusukanpun mama mau menggantikanmu sayang.

"Di ambil darah itu sakit" rintihnya kembali sambil terus memeluk guling, menenggelamkan wajahnya ke kasur.

"Rafa, nanti papa beliin mainan, Rafa boleh minta mainan apa saja" kini papanyapun turut membujuk. Rafa hanya diam, kesedihan terus terpancar di wajahnya.

"Besok pagi saja" jawab Rafa kembali, mungkin dia masih sedikit mengantuk.

"Pagi terlalu ramai, kalau sekarang lebih sepi, Rafa bisa langasung ditangani" walaupun Rafa belum mengiyakan, mas Kukuh memintaku untuk mempersiapkan baju-baju, menjaga kemungkinan mondok di rumah sakit.

Rafa bangkit dan duduk di anak tangga kasurnya "Ma, nanti sakit"

"Rafa bukan anak pertama yang di ambil darahnya, Alfie juga pernah bahkan mama berulang kali padahal mama ngga sakit. Lihat mama tidak apa-apa kan?"

"Rafa nanti sakit ma" dia terus mengulang kata-katanya, raut wajahnya melukiskan betapa dia sangat ketakutan. Matanya berkaca-kaca, mungkin seandainya dia bisa menumpahkan kegelisahan hatinya ingin sekali dia menjerit "aku ngga mauuuuu maaaaa....!!!!"

"Sayang, mama ngga mau semuanya terlambat, yah.. nanti mama minta sama papa selama nungguin biar Rafa ngga terlalu kesakitan, boleh main game di hapenya papa"
Rafa masih bersedih, bola matanya berkeliaran ke sana kemari mencari tempat untuk berteduh.

"Mau yaa..?" Aku terus membujuknya. Akhirnya diapun bersedia berangkat.

Kumasukkan beberapa helai baju ke ransel tas, ku peluk dia, ku yakinkan semua akan baik-baik saja. Tepat jam 3 dini hari mobilpun meluncur membelah keheningan jalan. Tidak memakan waktu lama, Rafa dan papanya tiba di ruang UGD RS PKU. Tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa pasien. Ada 4 orang yang memegang tubuh dan tangan Rafa. Mas Kukuh memegang kepala Rafa dan memberi perhatian penuh. Walau tidak berontak, Rafa menjerit histeris sesaat ketika jarum suntik menenbus urat nadinya. Ketika tabung darah untuk tes di rasa cukup, kembali di pasang alat untuk persiapan kemungkinan di pasang infus kembali.

Selama menunggu hasil lab, Rafa di beri kelonggaran bermain game. Di hari biasa, anak-anak di rumah memang sangat aku batasin bermain game. Ada untungnya juga, saat darurat gini memberinya waktu lebih lama agar dia tidak trauma menghadapi jarum suntik.

Sementara di rumah, hatiku sangat resah bagaimana hasilnya? Pikiranku mengembara kemana-mana, terus berdoa semoga semuanya baik-baik saja. Ya Allah sehatkan dan lindungi Rafa.

#OneDayOnePost

2 comments:

Wiwid Nurwidayati said...

Kasihan anak anak kalo sakit ya
Nggak tega rasanya

Nychken Gilang said...

Cepat sembuh Rafa :)