Belasan tahun yang lalu, tepatnya saat kurs sekitar Rp 10.000/dolar. Itulah awal-awal menginjakkan kaki di kota Solo. Saya sempat nge-kost selama kurang lebih satu-dua minggu bersama kumpulan mahasiswi. Saat itu mereka mengajak saya untuk masak bersama dengan harga patungan Rp 15.000 untuk dua kali makan dalam sehari. Jelas saja saya kaget, limabelas ribu rupiah seminggu? Enggak salah hitung neh?
Saya manut, makan siang pertama menunya nasi, sayur bening plus tempe goreng. Murah meriah dan bergizi. Masaknya bareng-bareng.
Hingga beberapa tahun kemudian saya resmi menjadi warga Solo raya. Di tempat penjualan sayur mentah dan pernak perniknya kadang saya memerhatikan. Apa saja yang mereka beli. Satu kresek plastik cukup besar isinya lumayan penuh tapi mereka hanya membayar sekitaran Rp 20 ribuan. Isinya sayur hijau 2-3 ikat, tempe berpapan-papan besar, satu bungkus tahu, bumbu instan dan satu buntelan kecil cabe.
Tentu saja ini tidak berlaku bagi semua penduduk Solo, tapi menurut saya ini adalah salah satu bentuk hidup sederhana dan hemat.
Berdasarkan sumber koran Jawapos pada bulan november tahun 2017,
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menegaskan bahwa penetapan UMK 2018 untuk 35 kabupaten/kota berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, untuk kota Solo UMK Rp 1.668.700.
Di beberapa perusahaan swasta bahkan masih ada yang memberikan upah yang lebih kecil dari UMK, Rp 500.000-1.000.0000. Seperti yang dituturkan oleh kerabat saya yang bergerak dibidang outsourcing penyedia jasa keamanaan kantor - satpam. Upah mereka sekitar Rp 750.000. Saya sempat bertanya, apa mereka bekeluarga? Jika iya, bagaimana mereka bisa menghidupi keluarga sehari-hari. Apa istrinya kerja? Anaknya sekolah? Ia menjawab gaji segitu cukup. Istrinya tidak bekerja dan anaknya tetap sekolah, dan ia menggunakan sepeda motor.
Bagaimana caranya? Dengan menyederhanakan hidup. Anak bersekolah di SD Negeri. Dan hanya sekali-sekali membeli lauk hewani.
Solo memang masih terkenal dengan kuliner murah meriah. Menurut saya harus sedikit diralat, karena lebih tepat jika menjadi 'Solo masih banyak memiliki wisata kuliner yang murah meriah,' tapi untuk kuliner high class juga uaaakehhh. Tapi lagi, warung-warung yang ramai plus bejubel rata-rata dimiliki warung dengan harga standarisasi nasional untuk wilayah Solo, enak dan bergizi.
Kalau tidak sempat memasak sendiri alias ala-ala mahasiswi super sibuk misalkan. Satu orang untuk urusan makan, dengan uang Rp 10.000 bisa bertahan hidup selama satu hari, insha Allah tanpa obat mag dan tolak angin.
Begini caranya:
Pilihan menu pagi adalah: nasi liwet, soto seger, cabuk rambak, gendar pecel. Di beberapa tempat harganya masih bisa ditemukan Rp 3.000
Untuk makan siang: Nasi sayur plus tempe, sukur-sukur ada sambalnya. Rp 4.000.
Makan Malam: Soto atau sego kucing. Sego kucing adalah nasi yang dibungkus dengan ukuran kecil bertemanan sejumput ikan bandeng dan sambel. Harganya Rp 3.000.
Bisa juga masak nasi sendiri, sayur di warung seharga Rp 2000 - Rp 3000, sudah bisa buat 2-3 orang. Dan lauknya kembali kepada tahu dan tempe, kisaran harga Rp 500-Rp 1000 per potong.
Warung-warung di atas dapat dijumpai di area sekolahan, pabrik dan emperan-emperan jalan.
Saya manut, makan siang pertama menunya nasi, sayur bening plus tempe goreng. Murah meriah dan bergizi. Masaknya bareng-bareng.
Hingga beberapa tahun kemudian saya resmi menjadi warga Solo raya. Di tempat penjualan sayur mentah dan pernak perniknya kadang saya memerhatikan. Apa saja yang mereka beli. Satu kresek plastik cukup besar isinya lumayan penuh tapi mereka hanya membayar sekitaran Rp 20 ribuan. Isinya sayur hijau 2-3 ikat, tempe berpapan-papan besar, satu bungkus tahu, bumbu instan dan satu buntelan kecil cabe.
Tentu saja ini tidak berlaku bagi semua penduduk Solo, tapi menurut saya ini adalah salah satu bentuk hidup sederhana dan hemat.
Berdasarkan sumber koran Jawapos pada bulan november tahun 2017,
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menegaskan bahwa penetapan UMK 2018 untuk 35 kabupaten/kota berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, untuk kota Solo UMK Rp 1.668.700.
Di beberapa perusahaan swasta bahkan masih ada yang memberikan upah yang lebih kecil dari UMK, Rp 500.000-1.000.0000. Seperti yang dituturkan oleh kerabat saya yang bergerak dibidang outsourcing penyedia jasa keamanaan kantor - satpam. Upah mereka sekitar Rp 750.000. Saya sempat bertanya, apa mereka bekeluarga? Jika iya, bagaimana mereka bisa menghidupi keluarga sehari-hari. Apa istrinya kerja? Anaknya sekolah? Ia menjawab gaji segitu cukup. Istrinya tidak bekerja dan anaknya tetap sekolah, dan ia menggunakan sepeda motor.
Bagaimana caranya? Dengan menyederhanakan hidup. Anak bersekolah di SD Negeri. Dan hanya sekali-sekali membeli lauk hewani.
Solo memang masih terkenal dengan kuliner murah meriah. Menurut saya harus sedikit diralat, karena lebih tepat jika menjadi 'Solo masih banyak memiliki wisata kuliner yang murah meriah,' tapi untuk kuliner high class juga uaaakehhh. Tapi lagi, warung-warung yang ramai plus bejubel rata-rata dimiliki warung dengan harga standarisasi nasional untuk wilayah Solo, enak dan bergizi.
Kalau tidak sempat memasak sendiri alias ala-ala mahasiswi super sibuk misalkan. Satu orang untuk urusan makan, dengan uang Rp 10.000 bisa bertahan hidup selama satu hari, insha Allah tanpa obat mag dan tolak angin.
Begini caranya:
Pilihan menu pagi adalah: nasi liwet, soto seger, cabuk rambak, gendar pecel. Di beberapa tempat harganya masih bisa ditemukan Rp 3.000
Untuk makan siang: Nasi sayur plus tempe, sukur-sukur ada sambalnya. Rp 4.000.
Makan Malam: Soto atau sego kucing. Sego kucing adalah nasi yang dibungkus dengan ukuran kecil bertemanan sejumput ikan bandeng dan sambel. Harganya Rp 3.000.
Bisa juga masak nasi sendiri, sayur di warung seharga Rp 2000 - Rp 3000, sudah bisa buat 2-3 orang. Dan lauknya kembali kepada tahu dan tempe, kisaran harga Rp 500-Rp 1000 per potong.
Warung-warung di atas dapat dijumpai di area sekolahan, pabrik dan emperan-emperan jalan.
No comments:
Post a Comment