Apr 5, 2018

Memilih Pemimpin

Sebentar lagi musim pilkada, dilanjut pilpres. Oh, rasanya baru kemarin saat perang urat syaraf di beranda-beranda. Bahkan unfolow plus unfriend massal terjadi di medsos.  Oh, rasanya baru kemarin saat media dan iklan gencar mengkampanyekan idolanya. Haish ... ternyata usia saya semakin tua saja.

Sebenarnya saya masuk kategori paling males bahas politik. Sepertinya tidak ada juga keluarga saya yang terjun ke dunia ini. Politik bagi saya lebih sering keberpihakan, berubah-ubah dan runyem bin mumet. Tapi sebagai warga yang berusaha baik, tentu saya harus memilih terbaik dari paling balik juga sebaliknya.

Saya termasuk yang tidak bersuara di permukaan sebelah manakah keberpihakan yang saya tentukan. Senetral netralnya seseorang pasti ia ada kecendrungan memilih satu di antaranya. Menjaga hubungan kekeluargaan, pertemanan dan silaturahmi adalah hal jauh lebih utama. Walau mungkin berbeda pendapat dan pilihan. Tidak apa-apa berbeda tapi kita tetap Indonesia. Toh di dalam bilik suara hanya kita dan Tuhan yang tahu. Kalau ada temen dan saudara sedang koar-koar tentang idola mereka dan kebetulan kelak ia bukan pililihan kita, dengerin saja. Jangan dibantah apalagi diperunyam. Kadang mereka hanya butuh didengarkan.

Saya menganggap memilih pemimpin seperti memilih pasangan hidup dengan jangka waktu tertentu, dan pilihan itu akan dimenangkan oleh voting suara terbanyak keluarga. Saat pilihan seperti yang diinginkan, berbahagialah tapi jangan berlebihan apalagi sampai merendahkan keluarga yang kalah. Karena pilihan kita itu juga manusia bukan dewa. Kelak pasti akan tampak sesuatu yang bisa saja bertentangan dengan harapan.

Tapi semisal yang terjadi malah sebaliknya, seseorang yang terpilih adalah sosok yang tidak kita sukai jangan pula berlebihan hingga buta segalanya. Yang tampak hanyalah kejelekan dan kejelakan. Kacamata menjadi buram bahkan awan putih terlihat hitam. Jangan...

Ada beberapa sikap yang bisa ditempuh saat itu terjadi:
1. Yo wess ben, piye meneh .. jalanin saja. Toh siapapun pemimpinnya kalau kita nggak gawe yooo ora mangan. Kalau ora sinau yoo ora pinter, Iya toh? Live must go on, move on broh....

2. Memaki-maki dan terus mencari kejelekan, berharap bisa mendapatkan pasukan kemudian kita merasa puas. Dan terus memuja pilihan yang kalah. Membanding-bandingkan. Terus saja seperti itu, tiba-tiba kita semakin tua. Mendekati pemilu, hayokkk digodok meneh.

3. Dukung dan awasi. Jika itu bersifat baik dan demi kemashalatan masyarakat, bangsa dan negara, dukunglah. Bagaimanapun ia akan tampil di luar dan membawa nama Indonesia tempat kita lahir, besar dan mungkin kelak kembali. Yang berdiri di pemerintahan bukan presiden semata, atau gubernur, walikota tapi sebuah tim. Mereka mewakili kita. Jadilah warga yang baik, kalau tidak bisa minimal tidak menjadi warga yang nyebelin.

Bilang malu lah jadi warga Indonesia, bilang Indonesia beginilah begitulah... terus membanding-bandingkan dengan negara luar, bikin meme meme aneh, tapi tetep menghirup udara indonesia, masih makan beras indonesia, masih tidur di atas rumah yang didirikan di tanah Indonesia, terus koar-koar Indonesia jelek. Ora isin opo?

Yang bilang Indonesia itu jelek, saya yakin karena kebanyakan nonton berita politik dan kriminal. Matiin hape dan tivinya sejenak. Minimal ganti canel yang ngademin. Cobalah sering-sering tongkrongin wisata dan travel plus kuliner tanah air. Betapa Indahnya bumi kita ini. Mari kita jaga bersama-sama.

Salam Merdeka!

No comments: