Hal yang lumrah apabila bocah-bocah menggunakan senjata andalannya saat menginginkan sesuatu agar terpenuhi. Rasa-rasanya setiap orang tua pernah mengalami ini semua.
Tahapannya, dari menggeret tangan ayah/ibu ke tempat yang di maksud. Kemudian meminta baik-baik dengan rengekan mancjah. Apabila tidak berhasil mulai melipat bibir dengan embun menghiasi kelopak mata. Nada suara semakin kencang sekitar 3 okav. Naikin lagi volomenya sampai 35 (coba liat chanel volome tivi). Kakinya mulai menghentak-hentak. Selanjutnya berteriak, mengamuk, kemudian bergulig-guling di lantai.
Tentu saja tidak semua anak seperti ini. Ada yang cuman ngambek bentar atau nangis sesaat. Masih banyak kok yang kalem, terus di bilangin baik-baik dia nurut. Tapi tunggu sebentar, coba tanya ortu/pengasuhnya sebelum-sebelumnya gimana? He he he .... bisa saja mereka telah melewati masa itu.
Kebetulan dua bocah saya pernah sampai pada tahap yang berguling-guling (eh yg bungsu ngha pernah dink) dan ngga mau pulang. Jangan tanya bagaimana bentuk muka saya/kami saat pandangan orang-orang saat itu terjadi. Tapi saya selalu berpegang teguh, tidak ada hal apapun yang diturutin kalau menangis.
Bahkan kalau ingin berbicarapun anak-anak biasanya saya suruh nyelesaikan tangisannya baru ngomong. Karena saat menangis hanya membuat semuanya bertambah runyam. Dan juga menuruti keinginan anak saat menangis akan menjadi senjata yang ampuh bagi mereka di kemudian hari, owh... ini sangat berbahaya pemirsah.
Ini yang biasa saya lakukan saat terjadi semisal belum saatnya saya membelikannya mainan.
*Meminta maaf dan memberikan alasan logis kenapa mainan tersebut tidak dibeli. Sebisa mungkin tidak membohongi anak-anak apalagi membodohi mereka dengan kata-kata yang aneh dan tidak masuk akal, contohnya mainan tersebut tidak di jual.
Saya lebih suka memakai kata semisal karena baru saja membeli mainan, kita bisa membikinnya sendiri, bisa juga harga mainan yang terlalu mahal atau memang kita belum ada dana lebih (paling ngga demen bilang ngga ada uang, karena takut jadi kenyataan hahahhaa). Berhubung mainan bukan kebutuhan pokok jadi hanya sebagai sarana hiburan.
Kalau memang mainan tersebut ada kemungkinan untuk terbeli saya akan bilang "nanti ya, kalau dedek berkelakuan baik dan mama sudah ada uang lebih mama akan belilan."
*Kalau sudah tahap mengamuk, biasanya langsung saya gendong dan bawa pulang tanpa bersuara apapun.
*Kalau dia meronta teramat sangat, saya gendongnya ngga kalah erattt.. eratttt sekali pokoknya.
Sejak usia 6 tahun si sulung sudah tidak pernah mengamuk sampai jungkir balik, paling banter biasanya pasang muka sedih atau sejam sekali nanyain ke mamaknya kapan itu mainan di beli.
Setiap kali ngungkit-ngungkit pengen beli biasanya mamaknya selalu nyisipin "anak cerdas bikin mainannya sendiri." Horayyy...
Tahapannya, dari menggeret tangan ayah/ibu ke tempat yang di maksud. Kemudian meminta baik-baik dengan rengekan mancjah. Apabila tidak berhasil mulai melipat bibir dengan embun menghiasi kelopak mata. Nada suara semakin kencang sekitar 3 okav. Naikin lagi volomenya sampai 35 (coba liat chanel volome tivi). Kakinya mulai menghentak-hentak. Selanjutnya berteriak, mengamuk, kemudian bergulig-guling di lantai.
Tentu saja tidak semua anak seperti ini. Ada yang cuman ngambek bentar atau nangis sesaat. Masih banyak kok yang kalem, terus di bilangin baik-baik dia nurut. Tapi tunggu sebentar, coba tanya ortu/pengasuhnya sebelum-sebelumnya gimana? He he he .... bisa saja mereka telah melewati masa itu.
Kebetulan dua bocah saya pernah sampai pada tahap yang berguling-guling (eh yg bungsu ngha pernah dink) dan ngga mau pulang. Jangan tanya bagaimana bentuk muka saya/kami saat pandangan orang-orang saat itu terjadi. Tapi saya selalu berpegang teguh, tidak ada hal apapun yang diturutin kalau menangis.
Bahkan kalau ingin berbicarapun anak-anak biasanya saya suruh nyelesaikan tangisannya baru ngomong. Karena saat menangis hanya membuat semuanya bertambah runyam. Dan juga menuruti keinginan anak saat menangis akan menjadi senjata yang ampuh bagi mereka di kemudian hari, owh... ini sangat berbahaya pemirsah.
Ini yang biasa saya lakukan saat terjadi semisal belum saatnya saya membelikannya mainan.
*Meminta maaf dan memberikan alasan logis kenapa mainan tersebut tidak dibeli. Sebisa mungkin tidak membohongi anak-anak apalagi membodohi mereka dengan kata-kata yang aneh dan tidak masuk akal, contohnya mainan tersebut tidak di jual.
Saya lebih suka memakai kata semisal karena baru saja membeli mainan, kita bisa membikinnya sendiri, bisa juga harga mainan yang terlalu mahal atau memang kita belum ada dana lebih (paling ngga demen bilang ngga ada uang, karena takut jadi kenyataan hahahhaa). Berhubung mainan bukan kebutuhan pokok jadi hanya sebagai sarana hiburan.
Kalau memang mainan tersebut ada kemungkinan untuk terbeli saya akan bilang "nanti ya, kalau dedek berkelakuan baik dan mama sudah ada uang lebih mama akan belilan."
*Kalau sudah tahap mengamuk, biasanya langsung saya gendong dan bawa pulang tanpa bersuara apapun.
*Kalau dia meronta teramat sangat, saya gendongnya ngga kalah erattt.. eratttt sekali pokoknya.
Sejak usia 6 tahun si sulung sudah tidak pernah mengamuk sampai jungkir balik, paling banter biasanya pasang muka sedih atau sejam sekali nanyain ke mamaknya kapan itu mainan di beli.
Setiap kali ngungkit-ngungkit pengen beli biasanya mamaknya selalu nyisipin "anak cerdas bikin mainannya sendiri." Horayyy...
2 comments:
Alhamdulillah...sdh kelar ya tantrumnya...eh tantrum kan mak rai
Kalah di tempat mainan udah ngga mba.. tp kalau di tempat lain kadang2 masih
Post a Comment