Sejak usia dua tahun Rafa pengenal komputer dan telah faham pengoperasiannya walau masih tingkat dasar. Berbeda dengan Alfie, usia 4 tahun jarinya masih gegagapan dan tentu saja Alfie lebih mengenal era gadged alias smartphone.
Jamannya PC ada permainan komputer yang masih aku ingat dan sangat digemari Rafa, Tarzan bergelantungan di pohon, menyusuri sungai, hutan dan lembah.
Saat papanya kembali, permainan bertambah, dari area balapan hingga dunia hewan dan kartun. Saat bermain game tentu saja aku memiliki waktu luang yang lebih banyak. Bisa tidur siang tanpa hambatan, selonjoran, nonton tivi tanpa gangguan, sms an, masak, beres beres rumah dengan aman dan lain sebagainya.
Apakah itu menyenangkan? Sekilas iya, anak anteng tanpa grasak grusuk huru hara ngusilin orang tuanya, permainannya bersih, murah meriah dan tidak perlu ke luar rumah. Tapi eitssss..... tunggu dulu!!
Bangun tidur yang terlintas sama si anak adalah game, makan di suapin sambil nongkrongin game, rewel dikit anteng hanya menyodorin game, sosialisasi berkurang, tidak tertarik dengan permainan lain, temperament dan cepat marah. Kontrol emosi sangat payah, males bergerak dan masih banyak lagi yang lainnya.
Astaga, iya aku punya waktu luang jadi lebih banyak tapi di samping itu aku sedang menanam kerepotanku sendiri di kemudian hari. Ini seperti bom waktu yang akan menghancurkan masa depan anak anak dan keluargaku. Ada yang sungguh tidak beres di samping pemberian dan ke antengan si anak saat bermain game.
Saat mereka rewel tidak karuan, nyalain tivi dan biarkan mereka asik dengan sendirinya, etapi bukannya acara di tivi banyak sampah yang sungguh sangat susah mencari manfaatnya. Belum lagi tayangan-tayangan iklan yang mengajak siapapun melihatnya untuk bertindak konsumtif, seperti di paksa menerima apapun yang ada di dalamnya tanpa memberikan ruang buat penonton untuk protes. Kok bisa bisanya gegara coklat beng beng orang pada pisahan, dan ajaibnya manusia berlomba lomba menjadi hewan *tepokjidat*
Saat anak sedang berada di area yang menurut dia sungguh menyenangkan, rasanya akan terlalu susah jika semua harus aku hentikam seketika. Mulailah peraturan di rumah di tegakkan.
Bermain game hanya saat weekend. Nonton tivi dengan berbatas waktu. Memberi penjelasan kepada anak-anak tentang dampak negatif apabila mereka terlalu lama dengan bahasa yang mudah dan memberi contoh anak-anak yang telah kecanduan game dan tivi.
Sungguh tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa. Mereka sempat protes, menolak dan berulah selama beberapa hari. Aku tetap berpegang teguh, bahwa suatu hari nanti ada masanya kami tidak bisa mengontrol sepenuhnya apa yang mereka lakukan, lihat dan dengarkan. Hanya ketika mereka bertumbuh seperti inilah tugas kami untuk menasehati dan memupuknya lebih dalam dan kuat. Semoga kelak mereka mengerti dan terbawa hingga masa itu tiba.
Setelah pengurangan jam tayang dalam hari, berlanjut pengurangan pemakain dalam hitungan jam bermain game. Hingga lambat laun mereka sudah tidak meminta. Menonton tivi sebisa mungkin aku dampingi apalagi ada tayangan dengan slogan SU-BO - R (segala umur - bimbingan orang tua - Remaja). Mengganti chanel sendiri apabila ada tayangan kekerasan, mengarah ke pornografi, dan sinetron-sinetron tidak jelas.
Bijak saat memakai smartphone. Bagaimanapun banyak hal positif yang bisa di peroleh dari benda bernama smartphone tersebut. Hanya saat-saat tertentu mereka bermain game, itupun telah memenuhi beberapa persyaratan seperti di larang rebutan apalagi sampai tangisan, main bareng dan hanya sebentar. Tidak ada satu anak satu hape.
Setiap minggu atau bulan, ke toko buku mencari bacaan yang menyenangkan dan bermanfaat. Membacanya bersama-sama dan menggambar. Saat longgar pergi ke taman. Tidak ragu bermain pasir dan lumpur. Ke tempat berbelanja dengan melibatkan mereka memilih barang. Membeli mainan yang lebih menguras otak dan tenaga. Alhamdulillah, dan semoga hingga kelak anak-anak keluar dari zona game dan tivi adicted dan lebih melakukan hal-hal yang bermamfaat.
#OneDayOnePost
Jamannya PC ada permainan komputer yang masih aku ingat dan sangat digemari Rafa, Tarzan bergelantungan di pohon, menyusuri sungai, hutan dan lembah.
Saat papanya kembali, permainan bertambah, dari area balapan hingga dunia hewan dan kartun. Saat bermain game tentu saja aku memiliki waktu luang yang lebih banyak. Bisa tidur siang tanpa hambatan, selonjoran, nonton tivi tanpa gangguan, sms an, masak, beres beres rumah dengan aman dan lain sebagainya.
Apakah itu menyenangkan? Sekilas iya, anak anteng tanpa grasak grusuk huru hara ngusilin orang tuanya, permainannya bersih, murah meriah dan tidak perlu ke luar rumah. Tapi eitssss..... tunggu dulu!!
Bangun tidur yang terlintas sama si anak adalah game, makan di suapin sambil nongkrongin game, rewel dikit anteng hanya menyodorin game, sosialisasi berkurang, tidak tertarik dengan permainan lain, temperament dan cepat marah. Kontrol emosi sangat payah, males bergerak dan masih banyak lagi yang lainnya.
Astaga, iya aku punya waktu luang jadi lebih banyak tapi di samping itu aku sedang menanam kerepotanku sendiri di kemudian hari. Ini seperti bom waktu yang akan menghancurkan masa depan anak anak dan keluargaku. Ada yang sungguh tidak beres di samping pemberian dan ke antengan si anak saat bermain game.
Saat mereka rewel tidak karuan, nyalain tivi dan biarkan mereka asik dengan sendirinya, etapi bukannya acara di tivi banyak sampah yang sungguh sangat susah mencari manfaatnya. Belum lagi tayangan-tayangan iklan yang mengajak siapapun melihatnya untuk bertindak konsumtif, seperti di paksa menerima apapun yang ada di dalamnya tanpa memberikan ruang buat penonton untuk protes. Kok bisa bisanya gegara coklat beng beng orang pada pisahan, dan ajaibnya manusia berlomba lomba menjadi hewan *tepokjidat*
Saat anak sedang berada di area yang menurut dia sungguh menyenangkan, rasanya akan terlalu susah jika semua harus aku hentikam seketika. Mulailah peraturan di rumah di tegakkan.
Bermain game hanya saat weekend. Nonton tivi dengan berbatas waktu. Memberi penjelasan kepada anak-anak tentang dampak negatif apabila mereka terlalu lama dengan bahasa yang mudah dan memberi contoh anak-anak yang telah kecanduan game dan tivi.
Sungguh tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa. Mereka sempat protes, menolak dan berulah selama beberapa hari. Aku tetap berpegang teguh, bahwa suatu hari nanti ada masanya kami tidak bisa mengontrol sepenuhnya apa yang mereka lakukan, lihat dan dengarkan. Hanya ketika mereka bertumbuh seperti inilah tugas kami untuk menasehati dan memupuknya lebih dalam dan kuat. Semoga kelak mereka mengerti dan terbawa hingga masa itu tiba.
Setelah pengurangan jam tayang dalam hari, berlanjut pengurangan pemakain dalam hitungan jam bermain game. Hingga lambat laun mereka sudah tidak meminta. Menonton tivi sebisa mungkin aku dampingi apalagi ada tayangan dengan slogan SU-BO - R (segala umur - bimbingan orang tua - Remaja). Mengganti chanel sendiri apabila ada tayangan kekerasan, mengarah ke pornografi, dan sinetron-sinetron tidak jelas.
Bijak saat memakai smartphone. Bagaimanapun banyak hal positif yang bisa di peroleh dari benda bernama smartphone tersebut. Hanya saat-saat tertentu mereka bermain game, itupun telah memenuhi beberapa persyaratan seperti di larang rebutan apalagi sampai tangisan, main bareng dan hanya sebentar. Tidak ada satu anak satu hape.
Setiap minggu atau bulan, ke toko buku mencari bacaan yang menyenangkan dan bermanfaat. Membacanya bersama-sama dan menggambar. Saat longgar pergi ke taman. Tidak ragu bermain pasir dan lumpur. Ke tempat berbelanja dengan melibatkan mereka memilih barang. Membeli mainan yang lebih menguras otak dan tenaga. Alhamdulillah, dan semoga hingga kelak anak-anak keluar dari zona game dan tivi adicted dan lebih melakukan hal-hal yang bermamfaat.
#OneDayOnePost